Berita DPD di Media

Beranda

ยป

Berita DPD di Media

Pastika sebut Rumah Kebangsaan sebagai upaya menjaga kebhinnekaan Bali

28 Juli 2023 oleh bali

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Made Mangku Pastika menyebut Rumah Kebangsaan dan Kebhinnekaan Pasraman Satyam Eva Jayate sebagai salah satu upaya dari para tokoh di Bali untuk tetap menjaga nasionalisme dan kebhinnekaan. "Tempat ini saya kira penuh dengan idealisme dan nasionalisme yang sejalan dengan pemikiran saya. Terlebih saat ini kita menuju Pemilu 2024," kata Pastika saat mengadakan reses ke Rumah Kebangsaan dan Kebhinnekaan (KaKek) di kawasan Desa Penatih, Denpasar, Rabu. Mengusung jargon kebangsaan dan kebhinnekaan, Rumah KaKek yang dibangun secara gotong royong oleh tokoh-tokoh di Bali itu untuk mewadahi beragam kegiatan pengembangan dan pembangunan generasi muda, termasuk kegiatan kreatif, seni budaya dan kegiatan lainnya. Pastika dalam kegiatan resesnya bertajuk "Keberadaan dan Kiprah Generasi Muda dalam Menyongsong Pemilu 2024" itu diterima oleh Ketua Yayasan Rumah Kebangsaan dan Kebhinnekaan Ketut Udi Prayudi beserta jajaran pengurus lainnya. "Saat ini merupakan momentum yang bagus bagi kaum intelektual dan yang punya gagasan besar untuk ikut berbicara dalam menentukan calon pemimpin maupun wakil rakyat yang akan terpilih pada Pemilu 2024," ujar mantan Gubernur Bali dua periode itu. Selain pemimpin yang dapat menjaga kebhinnekaan di Bali, lanjut Pastika, tentunya diinginkan pemimpin yang mengerti prioritas agar rakyat menjadi sejahtera. Menurut Pastika, seharusnya seorang pemimpin bisa menentukan dan memprioritaskan kebutuhan yang mendesak dan penting bagi rakyat. Jangan sampai terlalu banyak program "aksesoris" sehingga sumber daya yang terserap menjadi mubazir. Oleh karena itu, berbagai diskusi dan pembicaraan-pembicaraan yang mengarah untuk situasi Bali dan Indonesia yang lebih baik dapat digagas dan dilaksanakan di Rumah Kebangsaan dan Kebhinnekaan Pasraman Satyam Eva Jayate tersebut bahkan dengan mengundang tokoh-tokoh nasional. Ketua Yayasan Rumah Kebangsaan dan Kebhinnekaan Ketut Udi Prayudi mengatakan Rumah KaKek tidak terlepas dari angka atau simbol 17-8-45 atau tanggal Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945. Selain itu, Rumah KaKek memiliki konsep kebangsaan dan nasionalisme. Pondasi bangunan dibangun dari batu seluruh Nusantara dari Sabang sampai Papua, dari Miangas sampai Pulau Rote Ndao. Untuk ruangan yang ada diberi nama-nama pahlawan dari seluruh Nusantara serta dari berbagai suku dan agama, seperti Ruang Bung Karno (Jawa), Ruang Bung Hatta (Sumatera), Ruang Gus Dur (Jawa), Ruang Tjilik Riwut (Kalimantan), Ruang Tjut Nyak Dien (Aceh), dan Ruang John Lie (Sulawesi). Selanjutnya ada Ruang Frans Kasiepo (Papua), Ruang Mr. Ida Anak Agung Gede Agung (Bali), Ruang Christina Martha Tiahahu (Maluku), dan Ruang Ida I Dewa Istri Kanya (Bali). "Yang jelas, komitmen kami untuk kebangsaan sangat kuat. Bangunan ini dapat digunakan 52 organisasi kepemudaan di Bali sehingga dapat menjadi rumah gotong royong," ucap mantan anggota KPU Provinsi Bali itu. Rumah KaKek juga memiliki holly wall yang berisikan 17 kata-kata bahasa daerah tentang persaudaraan dari seluruh Nusantara. Holly wall ini mengapit Padma Candi Nusantara. Sebagai tempat dan wadah berkreativitas, di Rumah KaKek juga sebelumnya dilaksanakan pembuatan biopori dan eco enzim, orasi kebangsaan, donor darah, hingga pentas seni serta berbagai diskusi kebangsaan. Dalam kesempatan itu, Pastika juga didaulat untuk menuliskan pesan atau motivasi kebangsaan pada batu prasasti yang terdapat di dekat pintu masuk Rumah Kebangsaan dan Kebhinnekaan Pasraman Satyam Eva Jayate. Sumber: https://www.antaranews.com/berita/3653949/pastika-sebut-rumah-kebangsaan-sebagai-upaya-menjaga-kebhinnekaan-bali

“Training Legislative” di PNB, Dr. Mangku Pastika, M.M.: Mahasiswa Harus Bisa Terjun ke Politik

20 Juli 2023 oleh bali

Anggota DPD RI dapil Bali Dr. Made Mangku Pastika,M.M. mengaku salut dan bangga banyak kalangan mahasiswa, anak muda yang aktif datang pada kegiatan -kegiatan politik seperti halnya mengikuti seminar politik. “Ini penting dalam melatih kepekaan sosial dan dasar-dasar kepemimpinan serta berorganisasi,” ujar Mangku Pastika saat menjadi narasumber pada acara Training Legislative di PNB (Politeknik Negeri Bali) Jimbaran, Minggu (25/6). Training dibuka Wadir III PNB IGB Caturbawa dengan pemukulan gong digelar secara hybrid dengan tema “Realisasi Generasi Muda Kritis, Aspiratif dan Solutif melalui Restorasi Wawasan Legislatif” diikuti sekitar lima ratus mahasiswa dari seluruh Indonesia. Dikatakan meski mahasiswa menekuni bidang teknik bukan berarti tidak perlu dengan bidang lainnya seperti halnya politik. “Bung Karno adalah seorang sarjana teknik jebolan ITB, tapi pada tahun 1926 mendirikan PNI. Padahal Indonesia belum merdeka saat itu. Saat itu umur Bung Karno masih muda, 26 tahun. Jadi meski lulusan teknik, tapi jago politik,” ujar Mangku Pastika. Karena itu mantan Gubernur Bali dua periode ini menambahkan mahasiswa teknik (PNB) juga perlu membekali diri dengan bidang politik ini, apalagi jelang Pemilu 2024. “Negara ini perlu generasi muda yang mau melakukan perubahan untuk kemajuan. Seperti halnya Korea Selatan yang juga baru merdeka tak beda jauh dengan Indonesia namun bisa maju begitu pesat,” jelas Mangku Pastika. Mangku Pastika mendorong agar mahasiswa sebagai generasi muda peduli dengan nasib bangsa. “Negeri ini bisa bubar kalau warganya acuh tak acuh, tak sanggup untuk memimpin bangsa ini ke depan. Bangsa Indonesia sangat besar, dengan 280 juta penduduk dan ribuan pulaunya perlu pemimpin yang tangguh,” pesan Mangku Pastika. Ditambahkan dengan telah mengikuti Training Legislative ini, seharusnya ke depan mahasiswa bisa duduk di legislatif. Untuk itu harus belajar politik. Tugas DPR itu di antaranya bagaimana cara menyusun Undang-undang, melakukan pengawasan dan menyusun anggaran. Di kampus (PNB) juga ada MPM (Majelis Permusyawaratan Mahasiswa) yang juga akan membuat peraturan. Namun untuk buat aturan ada syaratnya seperti harus adil yakni ada keseimbangan antara hak dan kewajiban, harus ada kepastian agar tak menimbulkan multitafsir dan harus berguna. “Kalau tak berguna buat apa bikin aturan,” ujar Mangku Pastika seraya mengingatkan mahasiswa tentang slogan PNB yakni “Terdepan, Profesional dan Punya daya saing internasional”. “Profesional itu ahli di bidangnya. Nanti begitu tamat bisa terpakai. Punya daya saing internasional sehingga tidak kalah dengan asing. Pada sesi tanya jawab, mahasiswa menanyakan tentang peraturan yang kerap muncul pro dan kontra, seperti halnya UU Cipta Kerja. Menurut Mangku Pastika, pro-kontra itu pasti ada dan hal biasa. Setiap pemimpin itu pasti bikin peraturan. Kalau berani membuat perubahan pasti ada pro-kontra. Untuk memperkecil resiko penting adanya sosialisasi dan komunikasi selain harus pintar, punya nurani dan punya nyali. Kalau takut jangan jadi pemimpin. “Saya waktu jadi Gubernur bikin Podium Bali Bebas Bicara Apa Saja, agar bisa menyerap aspirasi meski ada pro-kontra,” tegas mantan Kapolda Bali ini. Sumber: https://www.baliekbis.com/training-legislative-di-pnb-dr-mangku-pastika-m-m-mahasiswa-harus-bisa-terjun-ke-politik/

Setjen DPD RI Berharap Persiapan Penyelenggaraan Sidang Tahunan 16 Agustus Segera Dimatangkan

18 Juli 2023 oleh bali

Dalam rangka mematangkan persiapan penyelenggaraan sidang tahunan pada 16 Agustus 2023, Sekretariat Jenderal (Setjen) DPD RI menggelar rapat koordinasi. Rapat koordinasi Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI-DPD RI diselenggarakan di Ruang Majapahit DPD RI, Senin (17/07/2023). Dalam rapat tersebut, Deputi Bidang Administrasi Setjen DPD RI Lalu Niqman Zahir berharap agar segala kebutuhan terkait penyelenggaraan kedua agenda tersebut dapat segera dimatangkan, seperti berbagai kebutuhan teknis serta penyiapan kebutuhan pelayanan bagi anggota MPR RI, anggota DPR RI, dan anggota DPD RI yang akan mengikuti kedua agenda tersebut. “Dalam tataran teknis, tinggal kita matangkan lagi, karena sisa waktu sudah sangat terbatas. Finalisasi atas keputusan akhir paling tidak menunggu hasil rapat dengan Istana Negara. Sehingga skenario ini sudah kita susun dan pembagian tugas sudah kita matangkan,” ucap Lalu dalam rapat yang juga dihadiri oleh jajaran pejabat dari MPR RI, DPR RI, dan DPD RI ini. Lalu Niqman pun menjelaskan bahwa pada tanggal 16 Agustus 2023, akan terdapat tiga agenda. Pertama, Sidang Tahunan MPR RI. Kedua adalah Sidang Bersama DPR RI - DPD RI. Dan ketiga adalah Rapat Paripurna DPR dalam rangka Penyampaian Pengantar/Keterangan Pemerintah atas RUU tentang APBN Tahun 2024. "Ketiga sidang tersebut merupakan agenda-agenda yang akan diselenggarakan tanggal 16 Agustus 2023 nanti. Oleh karena itu, masing-masing harus berkoordinasi antar instansi. Persiapan akan kita teruskan sesuai dengan yang kita putuskan hari ini," imbuhnya. Sebagai informasi, setelah dilakukan di masa pandemi dengan protokol kesehatan yang ketat di tahun 2021 dan 2022, di Sidang Tahunan 16 Agustus 2023, para teladan dari berbagai profesi akan diundang kembali untuk dapat menyaksikan penyelenggaraan sidang tahunan tersebut. Rencananya akan terdapat 500 orang teladan yang diundang untuk dapat menyaksikan sidang tahunan tersebut di lingkungan Kompleks MPR/DPR/DPD RI Sumber: https://www.tribunnews.com/dpd-ri/2023/07/17/setjen-dpd-ri-berharap-persiapan-penyelenggaraan-sidang-tahunan-16-agustus-segera-dimatangkan.

DPD RI Tawarkan Proposal Perbaikan Konstitusi untuk pastikan kedaulatan dan kemakmuran rakyat

17 Juli 2023 oleh bali

Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengatakan DPD RI sudah seharusnya memiliki proposal atau usulan perbaikan Konstitusi yang mampu memperkuat kedaulatan dan kemakmuran rakyat. Hal itu disampaikan LaNyalla dalam pertemuan Pimpinan dan Anggota DPD RI dalam rangka Sosialisasi Hasil Rapat Konsultasi Pimpinan DPD RI dan MPR RI, di Jakarta, Rabu (12/7/2023) malam. Pertemuan dihadiri LaNyalla dan ketiga Wakil Ketua DPD RI, Nono Sampono, Mahyudin dan Sultan B Najamudin serta puluhan anggota DPD RI. Hadir juga Staf Khusus Ketua DPD RI Brigjen Amostian, Togar M Nero dan Sefdin Syaifudin. Tampak pula Sekjen DPD RI Rahman Hadi beserta jajarannya. Menurut LaNyalla, kesadaran untuk melakukan koreksi Konstitusi hasil Amandemen 1999 hingga 2002, sudah mulai dibicarakan di berbagai tataran. Baik di tataran elemen masyarakat, maupun di lembaga negara. Bahkan MPR RI telah menugaskan Kelompok Kajian di MPR untuk mulai menyusun proposal kenegaraan sebagai bagian dari upaya perbaikan Konstitusi. "Karena itu, kita di DPD RI sudah seharusnya juga memiliki satu proposal untuk kita tawarkan sebagai sumbangsih konkret kepada bangsa dan negara ini dalam upaya memperbaiki masa depan bangsa dan negara," paparnya Dijelaskannya, selama 25 tahun terakhir terbukti bangsa ini semakin memberikan tempat yang leluasa kepada Oligarki Ekonomi dan Oligarki Politik untuk menyatu dalam kekuasaan. Sehingga kedaulatan rakyat semakin tidak tersalurkan secara utuh dan kemakmuran ratusan juta rakyat semakin sulit untuk diwujudkan. "Tentu proposal tersebut harus mewakili kepentingan anggota DPD RI sebagai peserta Pemilu legislatif dari unsur Perseorangan. Karena kita seharusnya memiliki peran yang sama dan sejajar dengan Peserta Pemilu Legislatif dari unsur anggota Partai Politik. Sebab sama-sama dipilih secara langsung oleh rakyat," tukas dia lagi. Dan tentu, lanjut LaNyalla, proposal tersebut tetap mengutamakan idealisme DPD RI sebagai legacy bagi Indonesia, dengan cara memastikan agar kedaulatan dan kemakmuran rakyat dapat dicapai secara lebih terukur dalam perbaikan Konstitusi. "Karena Amandemen tahun 1999 hingga 2002 sudah kebablasan, dan terbukti secara akademik telah meninggalkan Pancasila sebagai Norma Hukum Tertinggi. Maka hanya ada satu jalan untuk memperbaiki, yaitu kita kembalikan ke sistem bernegara sesuai rumusan para pendiri bangsa yang terdapat di naskah UUD tanggal 18 Agustus 1945, untuk kemudian secara bersamaan disempurnakan dengan Teknik Adendum," tuturnya. LaNyalla meyakinkan bahwa perjuangan DPD RI harus dilakukan untuk rakyat. Sehingga para anggota DPD RI tidak perlu ragu-ragu dalam melangkah. "Kita harus berani melakukan sesuatu. Apalagi tujuannya adalah untuk rakyat. Kita harus yakin, karena kalau kita ragu-ragu, pasti kita tidak akan berhasil," tegasnya. Sementara itu Wakil Ketua I DPD RI, Nono Sampono mengatakan dalam konteks menafsirkan kehidupan berbangsa dan bernegara pasca reformasi, saat ini ada tiga kelompok berbeda. Pertama adalah kelompok status quo, yang ingin mempertahankan kondisi sekarang. Yang kedua, kelompok yang ingin merubah UUD 1945 hasil amandemen melalui amandemen ke-5. "Muncul kemudian kelompok ketiga yang belakangan ini semakin lama semakin membesar dan kemudian DPD RI menangkap ini sebagai sebuah kesadaran bangsa bahwa Konstitusi yang sesuai dengan jati diri bangsa, yaitu Pancasila adalah sesuai rumusan pendiri bangsa, yang tentu harus kita diperbaiki atau disempurnakan," tukas dia. Menurut Nono, banyak uraian para pakar, juga aspirasi kepada Ketua DPD RI dari berbagai daerah dan elemen masyarakat, yang menegaskan ternyata cukup besar gelombang yang menghendaki penggantian UUD sekarang ini yang semakin meninggalkan Pancasila. "Pada saat Pimpinan DPR berkonsultasi dengan Pimpinan MPR terbaca ada hal yang sama, bahwa UUD yang sekarang menjadi landasan untuk kehidupan berbangsa dan bernegara bermasalah," tuturnya. Dari MPR, lanjut Nono, mereka memandang pintu masuk perubahan UUD ini adalah PPHN (pokok-pokok haluan negara) kemudian bicara tentang lain-lain. Berbeda dari sisi DPD yang ingin merubah tetapi bukan sekedar PPHN, namun menempatkan MPR menjadi lembaga tertinggi negara, dan seterusnya sampai dengan adendum. "Kita tahu mereka berangkat dari kelompok partai politik tentu akan menyesuaikan dengan keputusan atau langkah yang diambil oleh partai politik. Tapi paling tidak ini sudah memberikan gambaran bahwa konsep yang ditawarkan oleh DPD RI, mereka paham. Kesimpulannya adalah kedaulatan rakyat kita sedang dibajak," ucap dia. Nono mengatakan DPD RI memang perlu menawarkan konsep yang lebih revolusioner dalam perbaikan bagi bangsa. Dia juga memandang perlunya Pimpinan DPD RI terus melakukan pendekatan kepada pemerintah, lebih khusus lagi dengan Presiden. "Kita harus meyakinkan pemerintah khususnya Presiden bahwa keadaan sekarang ini tidak bisa kita paksakan untuk diteruskan, karena akan menjerumuskan," tukasnya. Senada dengan Nono Sampono, Wakil Ketua II DPD RI Mahyudin juga mengatakan kekuasaan saat ini ada di Presiden. Oleh karena itu, lobby memang harus terus dilakukan kepada Presiden. Sementara peran partai politik dalam perubahan Konstitusi sangat besar. "Kalau kita mau mengamandemen UUD tadi itu menghidupkan kembali kewenangan MPR. Harus ada usulan sepertiga dari anggota MPR kemudian disidangkan dua pertiga yang hadir. Jika hanya DPD sendiri misalnya, kita belum cukup sepertiga. Paling tidak harus ada 2 sampai 3 partai besar yang setuju," paparnya. Menurut Mahyudin, Peta Jalan yang ditawarkan Ketua DPD RI sangat ideal untuk berbangsa dan bernegara ke depan. Namun dia menginginkan adanya penyusunan yang lebih baik. "Ketika DPD menyampaikan ke Presiden dengan konsep yang dimatangkan, benar-benar menjadi sebuah naskah akademik, tentu akan dipelajari dan jalannya akan lebih mudah. Baru nanti bisa melangkah jauh lagi ke partai-partai politik," papar di. Sementara itu, terkait perbaikan Konstitusi terutama adanya Peta Jalan kembali ke sistem bernegara rumusan pendiri bangsa yang disempurnakan, menurut Waka III DPD RI, Sultan B Najamudin menyebut secara konsepnya sangat komprehensif. Langkah selanjutnya adalah memikirkan strategi agar perbaikan tersebut secepatnya disetujui. "Tinggal bagaimana kita aktif lagi dan kita tentukan strategi yang tepat. Bahwa ini tidak mungkin bisa dibendung karena sejarah sudah membuktikan ada bangsa yang jatuh, bahkan ada bangsa yang pecah karena situasi tidak diamankan dengan baik," ungkapnya.(*) Sumber: [Facebook Official (DPD RI)](https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid0BvpbgWuBd6rrvaq27qQ98R9oU5ZEupFAZQ7meVaEUmXeBkwS6HVntu3svQw3cg26l&id=100064892161792&mibextid=qC1gEa)

Komite I DPD RI Dan Pemerintah Bahas Keppres dan Inpres Soal Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Secara Non Yudisial

12 Juli 2023 oleh bali

Komite I DPD RI mempertanyakan terbitnya Keppres No. 17 Tahun 2022, Keppres No. 4 Tahun 2023, dan Inpres No. 2 Tahun 2023 mengenai penyelesaian non yudisial pelanggaran HAM yang berat. Keppres dan inpres ini dinilai telah menimbulkan perdebatan di masyarakat atas peristiwa masa lalu. “Kami telah melakukan diskusi intensif antara Pimpinan DPD RI dan Pimpimpinan Alat Kelengkapan DPD RI dalam menyikapi situasi ini. Kami juga telah mengundang para pakar untuk mendapatkan gambaran. Perhatian kami berkaitan peristiwa tahun 1965,” ucap Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono saat membuka RDP dengan Menkopolhukam, Wakil Jaksa Agung, dan BIN di Nusantara V Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (4/7). Wakil Ketua Komite I DPD RI Filep Wamafma juga mempertanyakan bahwa seberapa penting presiden mengeluarkan keppres dan inpres tersebut. Menurutnya bagaimana pemerintah akan mengakomodir peristiwa tahun 1965 diselesaikan secara non yuridis. “Sebenarnya kami ingin tahu seberapa pentingkah terbitnya keppres dan inpres ini,” tuturnya. Ia juga mempertanyakan kasus peristiwa pelanggaran HAM pada tahun 1965 ini tidak berjalan tuntas. Bahkan, sampai saat ini pelaku peristiwa 1965 tidak terungkap ke publik. “Pertanyaan kami kenapa pelaku pelanggaran yang sudah bertahun-tahun ini tidak ada kejelasannya,” imbuh Filep. Sementara itu, Anggota DPD RI asal Provinsi Sumatera Barat Alirman Sori mengatakan bahwa dalam prinsip negara hukum seperti Indonesia, peristiwa ini merupakan kasus besar. Artinya, jika ada korban sudah pasti ada pelakunya namun sampai detik ini kasus tersebut masih abu-abu. “Jika ada korban pasti ada pelaku. Bila pelakunya sudah meninggal atau sudah tua, dan tidak ada bukti. Maka dibuka saja siapa pelaku-pelakunya,” tuturnya. Di kesempatan yang sama, Menkopolhukam Mahfud MD menjelaskan pasca reformasi tahun 1998 banyak bermunculan kasus pelanggaran masa lalu termasuk peristiwa tahun 1965. Negara telah memerintah untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat ini baik secara yudisial dan non yudisial secara simultan. “Tugas ini sangat sulit karena pada tahun 1998 hingga tahun ini tidak menghasilkan apa-apa. 25 tahun diperintah untuk menyelesaikan pelanggaran ini tapi tidak menghasilkan apa-apa,” tuturnya. Mahfud MD menambahkan bahwa ketika diadilkan di meja hijau namun faktanya 35 orang dibebaskan semua atau tidak dapat dihukum. Pengadilan mengatakan tidak ada pelanggaran karena tidak ada bukti yang kuat. “35 orang dinyatakan bebas, karena tidak ada bukti yang kuat. Pertanyaan dari hakim, kapan peristiwa itu? Di mana? Jam berapa? Pakai apa? Itu sulit dibuktikan karena peristiwa ini sudah bertahun-tahun. Jejaknya hilang semua,” ujarnya. Wakil Jaksa Agung Sunarta membeberkan penyidikan yang dilakukan pihaknya atas peristiwa tahun 1965-1966, petrus (penembakan misterius), peristiwa Paniai dan lain-lain dinilai nihil. Menurutnya semua sudah diputuskan oleh pengadilan bahwa bukan pelanggaran berat. “Kesulitan kami dalam bukti peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu karena alat bukti dan saksi tidak ada, serta semuanya telah dimakan waktu,” terangnya. Selain itu, Deputi III BIN Aswardi mengatakan pihaknya merupakan suporting kementerian/lembaga untuk Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM). Hasil deteksi pada peristiwa tahun 1965 bahwa ada penolakan dari korban yang tidak mau di-publish sehingga menjadi kendala. “Memang kendala kami ada salah satu korban yang tidak mau dipublikasikan. Sedangkan untuk proses yudisial, dalam mencari bukti sangat sulit karena kasus lama,” ucapnya.

DPD RI Siap Selenggarakan Sidang Bersama 2023

12 Juli 2023 oleh bali

Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattaliti menyatakan kesiapan DPD RI sebagai penyelenggara sidang bersama DPR-DPD RI 17 Agustus 2023 mendatang. Hal ini diungkapkan LaNyalla pada rapat persiapan sidang tahunan dan sidang bersama di Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (10/07/2023). “Sidang bersama seperti pada tahun-tahun sebelumnya diselenggarakan oleh DPR atau DPD secara bergantian. Dan sesuai dengan urutan pelaksanaan sidang bersama, maka untuk tahun 2023 ini DPD RI yang akan menjadi penyelenggaranya. Untuk kami dari DPD RI menyatakan siap untuk mensukseskan terselenggaranya acara sidang bersama DPR-DPD RI,” tutur LaNyalla. LaNyalla menambahkan, pelaksanaan sidang bersama antara DPR dan DPD telah diatur secara eksplisit dalam Pasal 228 dan Pasal 293 Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MD3, yang menyatakan sebelum pembukaan tahun sidang, anggota DPR dan anggota DPD mendengarkan pidato kenegaraan Presiden. “Pelaksanaan sidang bersama selama ini sudah berjalan sejak tahun 2015, namun ketika terjadi pandemi Covid-19 mulai tahun 2020-2022 pelaksanaannya digabungkan dengan Sidang tahunan MPR dan Sidang Paripurna Penyampaian RAPBN beserta nota keuangannya oleh Presiden,” sambung Senator asal Jawa Timur tersebut. Terkait dengan pernyataan Presiden Jokowi yang secara resmi mengumumkan pencabutan status pandemi Covid-19 di Indonesia pada 21 Juni 2023 lalu, LaNyalla menegaskan bahwa DPD RI telah sepakat agar sidang bersama dan sidang lainnya dikembalikan seperti semula. “Sehubungan dengan pencabutan status pandemi Covid-19. Maka, kami DPD RI sepakat supaya sidang bersama dan sidang lainnya pada bulan Agustus nanti bisa dikembalikan seperti semula dan dilaksanakan masing-masing atau tidak lagi digabungkan dengan sidang tahun,” tutupnya. Hadir dalam rapat tersebut Pimpinan DPD RI, Pimpinan MPR RI dan Sekretariat Jenderal MPR RI dan DPD RI beserta jajaran. Sumber: https://dpd.go.id/daftar-berita/dpd-ri-siap-selenggarakan-sidang-bersama-2023

Mengenal Fungsi DPD beserta Tugas dan Wewenangnya

07 Juli 2023 oleh bali

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan salah satu lembaga tinggi negara di Indonesia yang memiliki peran penting dalam sistem ketatanegaraan. DPD memiliki tugas dan wewenang yang spesifik dalam menjalankan fungsi DPD sebagai perwakilan daerah di tingkat nasional. Untuk memahami peran DPD dengan baik, maka perlu mengenal fungsi, tugas, dan wewenang yang dimiliki oleh lembaga ini. Dengan begitu, maka masyarakat Indonesia bisa mengetahui seberapa penting keberadaan DPD dalam pemerintahan. Fungsi DPD, Tugas, dan Wewenangnya Mengutip dari buku Peran Strategis DPD dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia karya Muhammad Natsir, DPD mewakili kepentingan dan aspirasi daerah, memainkan peran penting dalam merumuskan kebijakan dan mengawasi pelaksanaan pemerintahan di tingkat pusat. Untuk itu, berikut adalah fungsi DPD, tugas, beserta wewenangnya. 1. Fungsi DPD Fungsi utama DPD adalah sebagai perwakilan daerah yang mewakili kepentingan dan aspirasi daerah dalam proses perumusan dan pengambilan kebijakan di tingkat nasional. DPD menjadi wadah bagi perwakilan daerah untuk berpartisipasi dalam proses legislasi dan pengawasan kebijakan pemerintah. 2. Tugas DPD Tugas DPD meliputi beberapa aspek yang penting. Pertama, DPD berperan dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan otonomi daerah, terutama dalam hal pelaksanaan undang-undang yang berkaitan dengan daerah. DPD juga memiliki tugas dalam mengawasi pelaksanaan pembangunan nasional yang berkaitan dengan daerah. Selain itu, DPD memiliki tugas dalam melakukan pengajuan usulan, pertimbangan, dan pendapat terhadap RUU (Rancangan Undang-Undang) yang diajukan oleh DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). DPD memiliki hak untuk memberikan pendapat atau usulan perubahan terhadap RUU yang dianggap memiliki dampak signifikan bagi daerah. 3. Wewenang DPD Wewenang DPD mencakup beberapa hal. Pertama, DPD memiliki wewenang untuk mengajukan inisiatif RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, pemberdayaan masyarakat, dan kepentingan daerah lainnya. DPD juga memiliki wewenang untuk memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap RUU yang berdampak signifikan terhadap daerah. Selain itu, DPD memiliki wewenang untuk mengadakan penyelidikan terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan daerah, baik yang diajukan oleh anggota DPD sendiri maupun oleh pemerintah. DPD juga dapat memberikan pertimbangan terhadap RUU APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang berdampak terhadap daerah. DPD memiliki peran yang penting dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Melalui fungsi, tugas, dan wewenang yang dimilikinya, DPD mewakili kepentingan dan aspirasi daerah dalam proses perumusan dan pengambilan kebijakan di tingkat nasional. DPD berperan dalam pengawasan, pengajuan usulan, dan pertimbangan terhadap RUU yang berkaitan dengan daerah. Dengan pemahaman yang baik tentang fungsi DPD, tugas, dan wewenangnya, maka dapat mengapresiasi peran lembaga ini dalam menjaga dan mewujudkan kesejahteraan daerah di Indonesia Sumber: https://kumparan.com/ragam-info/mengenal-fungsi-dpd-beserta-tugas-dan-wewenangnya-20jslzM1cYl/full

Komite IV DPD RI : “Dorong Kenaikan Anggaran TKD untuk Peningkatan Kesejahteraan dan Kemandirian Fiskal Daerah”

05 Juli 2023 oleh bali

Dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan terhadap Undang-Undang, Komite IV DPD RI melaksanakan kunjungan kerja pada Senin 26 Juni 2023. Kunjungan kerja di Provinsi Bali adalah dalam rangka pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2023 tentang APBN 2023 yang difokuskan pada Transfer Ke Daerah (TKD). Wakil Gubernur Bali Prof. Dr. Ir. Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, M.Si. yang mewakili Gubernur Wayan Koster sangat mengapresiasi kegiatan kunjungan kerja Komite IV di bali hari ini. “Terima kasih atas kunjungan Komite IV di Bali dalam rangka pengawasan UU APBN 2023 hari ini, dan perlu kami sampaikan bahwa Dana TKD yang belum terealisasi sampai dengan Juni 2023, antara lain DAK Fisik Bidang Jalan dan Bidang Irigasi, serta DAK Fisik Bidang Kesehatan, yang saat ini masih dalam proses penyelesaian kontrak sebagai salah satu persyaratan penyaluran DAK Fisik, sedangkan untuk Dana Insentif Daerah (DID) diperkirakan akan terealisasi Bulan Juli 2023,” ungkap Wagub Bali. “Beberapa kendala yang masih dihadapi terkait belum tersalurkannya dana TKD, antara lain keterlambatan penerbitan petunjuk teknis penggunaan DAK setelah penetapan APBD, selain itu dalam proses pengadaan barang/jasa masih banyak jenis barang yang belum tersedia/tayang di e-catalog dan belum memenuhi unsur TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri), tambah Tjokorda. Hadir dalam kunjungan kerja ini Wakil Ketua DPD RI Sultan.B.Najamudin, menyampaikan bahwa Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2022 tentang APBN 2023 sebagai bahan evaluasi bagi pihak terkait di dalam menyusun program/kebijakan terkait Transfer ke Daerah (TKD). “Beberapa permasalahan yang kami analisis dari hasil aspirasi daerah terkait dengan TKD diantaranya bahwa dalam rangka pencapaian target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang ditutup pada tahun 2024, Daerah mengharapkan dana Transfer Ke Daerah (TKD) tidak mengalami stagnasi dan di prioritaskan untuk pencapaian target tersebut. Dana TKD tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan di Daerah yang beraneka ragam dan Daerah juga berharap agar kebijakan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, mampu menciptakan kemandirian di daerah sejalan dengan semangat Otonomi Daerah” ungkap Sultan dalam sambutan pembukaannya. Anggota Komite IV dari Bali selaku koordinator tim kunjungan, I Made Mangku Pastika dalam sambutannya menanggapi apa yang disampaikan oleh Wagub Tjokorda terkait tingkat kemiskinan di Bali. “Angka kemiskinan di Bali Tahun 2022, 4,53% dibawah rata-rata nasional 9,57%, angka ini tergolong tinggi bagi Provinsi Bali meskipun dibawah angka nasional karena tingkat kemiskinan di Bali pernah di angka 3%, jadi masih ada waktu beberapa bulan bagi Bali untuk menurunkan lagi tingkat kemisikinannya” kata Made Mangku. “Bali memiliki banyak SDM yang dikelola, uang ada, peluang ada, maka Bali harus Makmur dengan apa yang dimiliki ini, dan Bali perlu memaksimalkan TKD yang belum terealisasi secara optimal guna peningkatan kesejahteraan daerah”, tambah Made Mangku Pastika. “DPD RI sebagai representasi masyarakat dan daerah telah banyak menerima aspirasi, pengaduan, dan masukan khususnya dari Pemerintah Daerah mengenai pelaksanaan APBN 2023, terutama terkait Transfer Ke Daerah (TKD), oleh karena itu kami melaksanakan kunjungan kerja ke Provinsi Bali ini sebagai salah satu bentuk tindak lanjut aspirasi masyarakat” kata Sukiryanto, S.Ag dalam sambutannya selaku Ketua Komite IV. “Tingkat realisasi TKD yang masih rendah yakni baru mencapai sekitar 36% juga menjadi perhatian Komite IV mengingat sekarang sudah memasuki akhir Semester I” tambah Senator dari Kalimantan Barat ini. Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Bali, Teguh Dwi Nugroho dalam paparannya menyampaikan bahwa pada bulan Mei penyaluran TKD provinsi Bali merupakan nomor satu secara nasional , namun pada bulan Juni ini penyaluran TKD Bali nomor 2 setelah Yogyakarta. “Perlu kami sampaikan bahwa secara nasional, penyaluran TKD Bali sd 16 Juni 2023 menempati urutan ke-2 presentase penyaluran TKD terbesar. setelah Provinsi Yogyakarta, namun demikian tingkat penyaluran Dana Desa di Provinsi Bali merupakan yang tertinggi secara Nasional, bahkan sudah ada desa yang mengajukan Dana Desa untuk tahap 3” kata Teguh dalam paparannya. “Kami berharap dengan percepatan penyaluran Dana Desa ini dapat memberi manfaat bagi masyarakat Bali” tambah Teguh. Banyak hal yang ingin didalami oleh Komite IV dalam kegiatan kunjungan kerja di Bali termasuk oleh Wakil ketua Komite IV, KH. Ir Abdul Hakim. “Saya sangat mengapresiasi capaian Pemda Bali, khsususnya terkait dengan PAD yang mencapai hampir 70% APBD, jika seperti ini maka bisa dikatakan Bali ini termasuk daerah yang mandiri” kata Abdul Hakim. “Kami ingin mengetahui beberapa hal terkait implementasi UU HKPD di Bali yakni mengenai DAK, apakah Pemda diberi kesempatan untuk menghitung ulang DAK, melakukan exercise atas DAK dan kemudian apakah daerah bisa menagih haknya jika alokasi DAK kurang? lalu bagaimana sinergitas pembangunan yang sumber pembiayaannya berasal dari APBN dan APBD, apakah UU HKPD ini telah diimplementaasi dengan baik di Provinsi Bali? Tanya Abdul Hakim. Senada dengan Abdul Hakim, Wakil Ketua Komite IV dari Maluku, Novita Anakotta juga mempertanyakan tentang implementasi UU HKPD serta kinerja pelaksanaan TKD di Bali. “Terjadi tren penurunan rasio alokasi TKDD karena pemerintah pusat menganggap bahwa pemda tidak mampu melakukan penyerapan yang optimal, namun disisi lain disampaikan adanya kendala keterlambatan penerbitan juknis TKD, bagaimana tentang hal ini? Lalu pertanyaan untik Pemda Bali, terkait dengan implementasi UU HKPD dimana salah satu tujuan UU HKPD adalah belanja daerah yang berkualitas, tapi rata-rata belanja daerah habis untuk belanja pegawai sementara UU HKPD membatasi hanya maksimal 30% untuk belanja pegawai, bagaimana pemda Bali menyikapi ini? Tanya Novita. Turut meramaikan acara diskusi, senator Sulawesi Utara, Maya Rumantir juga banyak sekali menyoroti tentang kebijakan TKD. “Bagaimana implementasi TKD di Bali, dan bagaimana dengan penyaluran dan pelaksanaan Dana Desa di Bali, karena sebagaimana kita ketahui bahwa kebijakan terkait Dana Desa selama ini diatur oleh 3 Kementerian yakni Kementerian Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia dan Kementerian Keuangan” tanya Maya Rumantir. Tjokorda dalam tanggapannya menyampaikan bahwa terkait DAK memang tidak ada hitungan atau formula secara khusus dan pada masa Covid-19 beberapa anggaran TKD mengalami refocusing.”Terkait dengan DBH SDA, di Bali memang tidak ada karena tidak memiliki tambang, dan tidak ada kerusakan akibat pertambangan, namun demikian Bali memiliki pariwisata, jadi kerusakan di Bali ini lebih banyak karena Pariwisata, dan ini yang sedang kami upayakan untuk penanggulangannya” Tambah Wagub Bali di akhir diskusi. Menutup kegiatan kunjungan kerja, Ketua Komite IV berharap bahwa hasil kunjungan ini dapat menjadi masukan dalam pengambilan kebijakan terkait Hubungan Pusat dan Daerah. Sukiryanto juga menegaskan bahwa “TKD seharusnya menjadi sarana bagi daerah untuk meningkatkan kemandirian Fiskal dan juga kesejahteraan masyarakat daerah. Sumber: https://dpd.go.id/daftar-berita/komite-iv-dpd-ri-dorong-kenaikan-anggaran-tkd-untuk-peningkatan-kesejahteraan-dan-kemandirian-fiskal-daerah

Di Udayana Bali, Ketua DPD RI Tegaskan Utusan Daerah di MPR Harus Berbasis Pemilik Wilayah

05 Juli 2023 oleh bali

DENPASAR, dpd.go.id - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menegaskan seharusnya Utusan Daerah di dalam MPR diisi oleh mereka yang memiliki wilayah-wilayah di Nusantara ini. Baik itu Raja dan Sultan Nusantara, maupun Masyarakat Adat penghuni wilayah yang berbasis Suku, Marga, Nagari dan sejenisnya. "Berbicara tentang Utusan Daerah, kita harus membaca sejarah keberadaan wilayah di Nusantara ini," kata LaNyalla dalam FGD "Siapakah Utusan Daerah MPR? Membedah Siapa Saja Utusan Daerah di MPR dan Bagaimana Pengisiannya, di Universitas Udayana, Bali, Selasa (20/6/2023). Mereka inilah yang mengalami secara langsung penjajahan oleh VOC dengan Tentara Belandanya. Sehingga sejarah mencatat beberapa perlawanan terhadap Belanda telah terjadi di era Kerajaan dan Kesultanan Nusantara. Puncaknya, lanjut LaNyalla, para Raja dan Sultan Nusantara memberi dukungan moril dan materiil yang konkrit bagi lahirnya negara ini, berupa penyerahan Wilayah-Wilayah mereka untuk menjadi bagian dari Negara Republik Indonesia. "Sikap Legowo dari para Raja dan Sultan Nusantara itu sekaligus bukti bahwa sudah seharusnya para Raja dan Sultan Nusantara ini adalah bagian dari Pemegang Saham Utama negara ini," ujarnya. Tetapi fakta yang terjadi, imbuhnya, Kerajaan dan Kesultanan Nusantara, serta Kelompok Masyarakat Adat yang dulu menghuni Hutan atau Wilayah berbasis Suku, Marga atau Nagari, sama sekali tidak terlibat dan tidak memiliki saluran langsung dalam menentukan wajah dan Arah Perjalanan bangsa ini. "Perlu kita ingat, ada empat syarat untuk berdirinya suatu negara. Pertama, adanya Rakyat. Kedua, adanya Wilayah. Ketiga, terbentuknya pemerintahan. Dan keempat, adanya pengakuan internasional," papar dia. Sebelum Indonesia lahir, dikatakan LaNyalla, wilayah di Nusantara terbagi dalam dua zona. Yang pertama adalah Zelfbesturende Land Schappen, atau daerah-daerah berpemerintahan sendiri, yang sejatinya dikuasai Kerajaan dan Kesultanan Nusantara. Yang kedua, adalah Volks Gemeen Schappen atau wilayah yang dihuni dan dimiliki kelompok Masyarakat Adat, yang berbasis Suku, Marga, Nagari, dan sebagainya. Kemudian Belanda menciptakan daerah-daerah baru, yaitu daerah Otonom dan daerah Administratif Pemerintahan Hindia Belanda di Nusantara. "Jadi, para pendiri bangsa, saat menyusun tentang Utusan Daerah, sudah memikirkan bahwa seharusnya Utusan Daerah di dalam MPR dihuni oleh mereka yang memiliki wilayah-wilayah di Nusantara ini," ungkap Senator asal Jawa Timur itu. Namun katanya, rumusan Utusan Daerah yang didisain para Pendiri Bangsa, belum pernah dilakukan secara benar, baik di era Orde Lama, maupun Orde Baru. Pada masa Orde Lama, dari tahun 1945 hingga tahun 1965, MPR RI belum dapat dibentuk secara utuh dan konsisten, karena situasi saat itu yang tidak mendukung, akibat beberapa perubahan Model Konstitusi dan gejolak militer akibat Agresi Militer Belanda serta beberapa pemberontakan di dalam negeri. "Di era Orde Baru, dari tahun 1966 hingga 1998, Utusan Daerah justru diisi oleh unsur Eksekutif yang ada di daerah. Mulai dari Gubernur, Panglima Kodam, Kepala Kepolisian Daerah, Rektor Universitas Negeri, dan lain sebagainya. Pemilihan tersebut juga diserahkan kepada DPRD Provinsi. Sehingga Utusan Daerah banyak yang berafiliasi kepada Golongan Karya, yang mendominasi kursi di DPRD Provinsi," katanya. Diperparah lagi, dengan adanya Amandemen Konstitusi tahun 1999 hingga 2002, bangsa ini telah mengubur Sistem Bernegara yang dirumuskan para Pendiri Bangsa tersebut. "Untuk itu, saya menawarkan kepada kita semua, untuk kita sepakati lahirnya Konsensus Nasional kembali kepada Demokrasi Pancasila. Kembali kepada Sistem Bernegara rumusan Pendiri Bangsa. Dan mengisi Utusan Daerah dengan benar, yakni mereka-mereka pemilik wilayah asal usul Negara ini. Yaitu para Raja dan Sultan Nusantara serta Tokoh Masyarakat Adat," ucapnya. Hal senada diungkapkan Rektor Universitas Udayana Prof.Dr.Ir I Nyoman Gede Antara. M.Eng.IPU mengatakan, sudah saatnya daerah kembali memiliki utusan daerah di MPR. "Utusan Daerah jika harus diaktifkan kembali adalah bagian dari upaya serius merawat memori kolektif bangsa dalam sejarah lahirnya bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Utusan Daerah harus dihuni oleh utusan yang tepat untuk tujuan tersebut," kata Rektor dalam sambutan resminya. Narasumber acara tersebut, Dr. Gede Marhaendra Wija Atmaja. SH. M.Hum dari Universitas Udayana, mengatakan pemilik wilayah yang dimaksud bisa juga para Raja yang sudah punya kerajaan dan masyarakat adat, termasuk pemangku desa adat. "Contohnya seperti desa adat di Bali. Hal ini pun sangat layak untuk menjawab Siapakah utusan daerah sesuai dengan tema kita ini," katanya. Hal senada diungkapkan oleh narasumber yang lain Mohammad Novrizal SH. LI M dari Universitas Indonesia. Kata dia, kewajiban perlindungan negara bukan hanya diberikan pada orang, melainkan juga pada ruang. “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Oleh karena itu, setiap daerah, baik padat ataupun jarang penduduknya harus memiliki kesetaraan hak perwakilan atau territorial rights," katanya. Hal yang tegas diungkapkan oleh Raja Sidenreng Sulawesi Selatan PYM Adatuang Sidenreng XXV Ir. H. Andi Faisal Sapada. Kata dia, hal ini membutuhkan kesepakatan atau konsensus nasional untuk mengembalikan UUD 1945 sesuai naskah asli. "Supaya kedaulatan rakyat ini betul-betul dijamin sesuai dengan harapan pendiri bangsa. Ini membutuhkan perjuangan, konsekuensi dan sebagainya. Kalau ini lebih baik untuk rakyat, kenapa tidak kita perjuangkan. Kami sangat berharap demikian karena pemilik wilayah secara adat, bukan secara pemerintahan, adalah Raja-Raja dan Sultan se Nusantara. Kita sudah menyumbang banyak untuk negara ini," kata Raja Andi yang juga diamini Raja Klungkung PYM Ida Dalem Semara Putra. LaNyalla hadir didampingi Anggota DPD RI dari Bali yakni Dr. SHRI I.G.N Arya Wedakarna, Drs. Made Mangku Pastika M.M, H. Bambang Santoso M.A. Selain itu juga hadir Anggota DPD RI Provinsi Banten, Drs. K.H Habib Ali Alwi, Anggota DPD RI Provinsi Sulbar H. Almalik Pababari, Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin, Kabiro Setpim DPD RI Sanherif Hutagaol, dan Kapusperjakum DPD RI Andi Erham. Sementara tuan rumah hadir Rektor Universitas Udayana Prof.Dr.Ir. I Nyoman Gede Antara. M.Eng.IPU dan para wakil rektor. Sedangkan nara sumber acara tersebut adalah Dr. Gede Marhaendra Wija Atmaja. SH. M.Hum dari Universitas Udayana dan Mohammad Novrizal SH. LI M dari Universitas Indonesia. Sementara penanggap FGD tersebut adalah Raja Klungkung PYM Ida Dalem Semara Putra, Raja Sidenreng Sulsel PYM Adatuang Sidenreng XXV Ir. H. Andi Faisal Sapada dan Prof. Dr. Drs. I Gusti Bagus Suka Arjawa dari Udayana Sumber: https://dpd.go.id/daftar-berita/di-udayana-bali-ketua-dpd-ri-tegaskan-utusan-daerah-di-mpr-harus-berbasis-pemilik-wilayah

Senator Arya Wedakarna isi seminar Universitas Terbuka Denpasar

14 Juni 2023 oleh bali

Universitas Terbuka kembali mengelar Seminar Wisuda. Seminar tersebut digelar pada Senin, 12 Juni 2023 tepat sehari sebelum Wisuda akan diselenggaran. Yang mana diketahui seminar ini selalu dilakukan dan sudah menjdi tradisi dari Universitas Terbuka. Terhitung kurang lebih sebanyak 844 mahasiswa dan mahasiswi calon wisudawan yang mengikuti seminar tersebut. Para mahasiswa tersebut berasal dari Prodi Magister Matematika 1 orang, Prodi Ilmu Perpustakaan 8 orang, Prodi Ilmu Hukum 43 orang, Prodi Ilmu Administrasi Negara 19 orang, Prodi Ilmu Pemerintahan 5 orang, Prodi Ilmu Komunikasi 18 orang. Lanjut Prodi Inggris Bidang Minat Penerjemahan 21 orang, Prodi Administrasi Bisnis 5 orang, Prodi Sosiologi 2 orang, Prodi Kearsipan 2 orang dan Prodi perpajakan 23 orang Ada pula mahasiswa dari Agribisnis Bidang Minat Prodi Penyuluhan Dan Komunikasi Perikanan 1 orang, Prodi Manajemen 338 orang, Prodi Akuntansi 132 orang, Prodi Ekonomi Pembangunan 1 orang, Prodi Pendidikan Bahasa Inggris 1 orang. Dan Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) 160 orang juga Prodi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PGPAUD) sebanyak 64 orang. Seminar kali ini bertema “Mewujudkan Generasi Emas yang Sukses, Unggul dan Berbudaya, berlandaskan Tri Hita Karana di era digital 5.0”. Dimana ratusan calon wisudawan tersebut dibekali dengan isu-isu keilmuan yang mutakhir dan relevan dengan kebutuhannya serta pengembangan profesionalitas diri. Dengan upaya tersebut, diharapakan para calon wisudawan dapat memiliki arah perilaku yang lebih positif dan membanggakan. Sebelum seminar dimulai, acara nampak diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars Universitas Terbuka, dan Berdoa bersama. Seminar tersebut pun diisi oleh narasumber yang handal dan berkualitas. Yakni Dr. Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa yang merupakan Anggota DPD RI Provinsi Bali dan Prof.Dr. Maximus Gorky Sembiring, M.Sc sebagai Guru besar FKIP Universitas Terbuka. Para calon wisudawan pun nampak sangat antusias dengan setiap seminar yang disampaikan oleh kedua moderator. Dalam kesempatan tersebut Prof.Dr. Maximus Gorky Sembiring, M.Sc. “Kualitas hidup yang sejati pada naluriah. Maka dari itu kita harus memiliki 4 kecerdasan dalam menjalani hidup." "4 kecerdasan itu ialah cerdas secara spiritual, cerdas secara intelektual, cerdas emosional, dan cerdas secara fisikal," paparnya. Lanjut dalam kesempatan itu pula Dr. Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa nampak memberikan apresiasi pada kampus Universitas Terbuka. Baginya Universitas Terbuka merupakan tempat atau rahim yang melahirkan lulusan-lulusan yang cerdas dan berkualitas. Tak hanya itu, ia juga menghimbau bahwa sebagai calon wisudawan yang cerdas, para mahasiswa tersebut harus memiliki jiwa Tri Sakti Bung Karno. “Sebagai generasi emas yang akan lulus dari Universitas Terbuka, hendaknya memiliki rasa atau jiwa Tri Sakti Bung Karno." "Yang mana terdiri dari Berdaulat dalam bidang politik yang disimbolkan dengan Dewi Sataswati, Berdikari dalam bidang ekonomi disimbolkan dengan Dewi Laksmi dan Berkpribadian dalam bidang budaya yang disimbolkan dengan Dewi Durga,” jelasnya. Selanjutnya selama kurang lebih 15 menit para calon wisudawan pun diberi kesempatan untuk bertanya. Diakhir kegiatan seminar pun diakhiri dengan pemberian penghargaan kepada para Narasumber. Sumber: https://bali.tribunnews.com/2023/06/12/universitas-terbuka-gelar-tradisi-seminar-akademik-sebelum-hari-wisuda-dihadiri-844-calon-wisudawan