AGENDA KEGIATAN
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
09 Juli 2024 oleh bali
Harga obat di Indonesia kian melambung tinggi dibandingkan dengan negara tetangga, Malaysia. Bahkan perbedaan harga obat bisa tiga kali atau lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia.
Kondisi ini turut menjadi perhatian Anggota DPD RI Provinsi Bali, Anak Agung Gde Agung. Keresahan akan harga obat yang tinggi disampaikannya dalam Rapat Kerja Komisi III DPD RI dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dan BPOM RI pada Selasa (2/7/2024) di Jakarta.
Ditambah dengan meningkatnya nilai dolar dan melemahnya rupiah. Mengingat sebagian besar bahan baku obat masih diimpor dari luar. Disampaikannya bahwa Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin juga membenarkan harga obat di Indonesia tengah melambung tinggi. Terungkap bahwa harga obat di Indonesia 300 persen lebih mahal dari obat Malaysia.
"Bahkan ada obat yang 500 persen lebih mahal. Padahal secara geografis dan kependudukan tidak jauh dari Malaysia," ujarnya ketika ditemui kemarin (5/7/2024). Perbedaan harga dikarenakan terjadinya inefisiensi dalam perdagangannya dan masalah tata kelola. "Tidak efisien bukan hanya dari tahap produksi, mulai dari awal. Pengurusan perizinan, pengadaan obat, sampai produksi dan distribusi," sambungnya. Sementara kondisinya di Indonesia, ada masyarakat yang tidak bisa menjangkau harga obat-obatan seperti untuk penyakit kronis yang terbilang mahal. "Saya menyampaikan di sana, mata rantai yang menyebabkan tidak efisien ini harus dipotong. Sehingga menjadi efisien untuk kepentingan masyarakat," kata mantan Bupati Badung ini. Termasuk untuk kepentingan pemerintah, karena pemerintah juga melakukan pengadaan obat dan akan berpengaruh ketika harganya tinggi.
Dalam kesempatan ini, dirinya turut menanyakan kepada Plt. Kepala BPOM RI, Lucia Rizka Andalusia terkait upaya yang dilakukan untuk mencari bahan-bahan baku obat di Indonesia. "Ibu Plt. Kepala BPOM menyatakan sudah dikontrol, tapi baru bisa mengganti sekitar 16 persen dari bahan baku obat. Saya bilang kecil sekali dibandingkan kekayaan alam yang ada di Nusantara," paparnya. Menurutnya, penelitian dari BPOM RI dapat dimanfaatkan untuk mencari bahan baku obat. Sehingga tidak 100 persen bergantung dari bahan baku impor yang melambung tinggi.
"Bagaimana pun juga saya mendesak supaya ada pemotongan mata rantai yang menyebabkan inefisiensi obat ini," sambungnya. Kedua, miminta BPOM dan riset lain untuk menggali bahan-bahan obat yang ada di Indonesia. Karena terbukti bahwa jamu dan herbal bisa berkembang di Indonesia.
Dengan demikian, tak akan membayar cost yang tinggi terhadap bahan baku obat yang diimpor selama ini. Lebih lanjut, Menkes dalam Rapat Kerja Komisi III DPD RI juga menyampaikan bahwa pihaknya tak bisa berdiri sendiri dan harus berkoordinasi dengan menteri-menteri lain. Sekaligus memaparkan bahwa di lingkungan pemerintah semestinya ada transparansi persoalan perbedaan harga yang cukup tinggi ini. Dalam artian ada biaya-biaya yang tidak harus dikeluarkan dan perlu dikoordinasikan dengan pihak-pihak terkait.