AGENDA KEGIATAN
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
07 Oktober 2025 oleh bali
Anggota DPD RI perwakilan Bali I.B. Rai Dharmawijaya Mantra mengatakan Komite III sudah melakukan rapat kerja dengan Badan Pusat Statistik yang dihadiri Kepala BPS dan Wakil Ketua DPD RI terkait penyaluran bansos dan jamsos melalui sistem pendataan penduduk miskin berbasis pada DTSEN.
“Masalahnya, hasil pendataan tersebut menimbulkan ketimpangan di daerah. Misalnya, ada yang tadinya masuk desil 5 jadi berubah ke desil 6, yang berakibat pada masalah bantuan, termasuk juga terkait pendidikan. Miskin atau tidak miskinnya itu jadi bermasalah di banyak tempat,” ujar Rai Mantra.
Dijelaskan adanya desil satu sampai 10 ini menimbulkan hal-hal yang memang tidak sinkron antara data dengan kenyataan di lapangan. Sedangkan yang mendata itu adalah koordinator PKH yang dipilih oleh Kementerian Sosial.
“Akhirnya, kemarin kami melakukan advokasi. Badan Pusat Statistik menjelaskan sudah memiliki komitmen dan kebijakan baru untuk mengintegrasikan data daerah. Jadi, nanti kami juga akan mengadakan pertemuan terutama dengan Dinas Sosial di seluruh Bali, untuk mengkomunikasikan masalah ini. Sekaligus menjalankan fungsi kami sebagai pengawasan, sampai sejauh mana kebijakan pusat bisa diterapkan di daerah sehingga ketimpangan itu bisa diminimalisir dengan baik,” jelas mantan Walikota Denpasar ini.
Rai Mantra menambahkan, kalau dari data itu ada pengurangan, tapi yang terdampak adalah mereka yang seharusnya tidak, maka kemungkinan evaluasi ulang tetap ada.
Pada prinsipnya, BPS mengakomodir tingkat integrasi data yang akan diterima. Namun memang perlu ada evaluasi. Yang paling penting adalah adanya integrasi data. Karena selama ini pendataan tidak pernah dilakukan secara terkoordinasi antara pemerintah pusat dan provinsi.
Menurut Rai Mantra, biasanya data langsung ke pusat. Hal ini justru menimbulkan kendala, karena ada juga yang dicover oleh pemerintah daerah masing-masing. “Kami akan mendorong agar Kepala BPS berkoordinasi dengan Gubernur, supaya bisa dikoordinasikan dengan bupati dan walikota. Jadi, ada tim yang bisa mengintegrasikan data satu sama lain,” ujar Rai Mantra.
“DPD berharap, tidak boleh lagi ada ketimpangan data. Harus terjadi integrasi data dalam kasus ini. Kami menjalankan fungsi pengawasan agar hal ini benar-benar bisa terlaksana. Kalau di daerah tidak dilaksanakan, berarti BPS di Bali tidak melakukan koordinasi dengan baik dengan BPS pusat,” tambahnya.
Ditegaskan pula, sebelumnya sudah ada kesepakatan antara DPD dan BPS. Selama ini, BPS hanya mengambil sampel saja. Itu masalahnya.
“Sedangkan banyak informasi yang didapatkan dari koordinator PKH menunjukkan realita yang tidak sesuai dengan data pusat. Ini menimbulkan gejolak baru. Apalagi kemarin ada SPMB, banyak yang dari desil 5 merasa tidak adil. Sampelnya dianggap tidak merata,” tambah Rai Mantra.
Komite III DPD RI menemukan sekitar 7,3 juta peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan 1,8 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Bansos tiba-tiba tertutup akibat penyesuaian data pada pemutakhiran Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) ke dalam Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) pada Mei 2025.
Hal ini berimplikasi pada seluruh penyaluran bantuan sosial dan jaminan sosial yang kini menggunakan DTSEN. Hal serupa terjadi pada 1,8 juta nama yang dicoret dari daftar Keluarga Penerima Manfaat bantuan sosial.
Dalam rapat kerja, Komite III DPD RI ingin memastikan penyaluran bansos dan jamsos tepat sasaran melalui sistem pendataan penduduk miskin yang dilakukan berbasis pada DTSEN.
Ketua Komite III DPD RI Filep Wamafma menilai BPS perlu membuka data ke publik agar masyarakat dapat mengetahui secara pasti jumlah warga yang terdampak nonaktif di setiap provinsi serta jumlah warga yang terimbas akibat pemutakhiran data di seluruh daerah.
“Komite III DPD RI perlu mengetahui mekanisme atau prosedur pengintegrasian DTKS ke dalam DTSEN, termasuk kriteria dan ukuran-ukuran dalam penetapan penduduk ke dalam golongan layak menerima atau tidak layak menerima bansos,” imbuh Filep.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sonny Harry B. Harmadi menjelaskan, DTSEN memuat 39 variabel yang digunakan BPS untuk menyediakan data seluruh keluarga (tidak hanya yang miskin) dan diperingkat berdasarkan tingkat kesejahteraannya (Desil 1–10). Data ini dapat dimanfaatkan oleh K/L/D dalam penargetan berbagai program, sebagaimana diamanatkan Inpres Nomor 4 Tahun 2025.
“BPS perlu juga memberikan pelatihan kepada pendamping program di lapangan untuk mendukung pemutakhiran data, serta bekerja sama dengan berbagai kementerian/lembaga untuk memadankan data guna kepentingan identifikasi penerima program bansos.
DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) digunakan pemerintah sebagai acuan utama dalam penyaluran berbagai bantuan sosial (bansos) dan program pemberdayaan masyarakat yang kurang mampu atau rentan miskin. Dengan terdaftar di DTKS, masyarakat memiliki akses untuk mendapatkan Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Prakerja.