AGENDA KEGIATAN
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
09 Februari 2023 oleh bali
Terbitnya Undang-Undang Nomor 3 tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara, memang membuka ruang perubahan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta (UU DKI), menata arah dan kebijakan pembangunan, pemerintahan, dan pelayanan publik setelah tidak lagi menjadi Ibukota Negara. Akan tetapi, hal tersebut tidak akan merubah Jakarta sebagai Kota tempat Proklamasi Kemedekaan Indonesia dikumandangkan. Selain itu, terdapat berbagai tempat yang bermakna dalam bagi sejarah dan perjuangan Indonesia menjadi negara merdeka yang harus tetap dilestarikan. Oleh karena itu, dalam penyusunan RUU perubahan UU DKI hendaknya tetap memunculkan sejarah tersebut sebagai bagian dari landasan filosofis dan bagian dari Naskah Akademik.
Hal ini menjadi salah satu poin penting dari Kunjungan Kerja (Kunker) Komite I DPD RI dalam rangka inventarisasi penyusunan perubahan RUU DKI. Kegiatan Kunker dilaksanakan di Provinsi Daerah Istimewa Jogyakarta yang dilaksanakan di ruang rapat Komplek Gubernuran Provinsi Daerah Istimewa Jogyakarta (30/01).
Delegasi Komite I dipimpin oleh Senator Pangeran Syarif Abdurrahman Bahasyim dan Senator Darmansyah Husein selaku Pimpinan Komite I yang didampingi oleh Senator Hilmy Muhammad (DIY) selaku tuan rumah, diterima langsung oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwana X beserta sejumlah Pejabat di lingkungan Pemda DIY. Delegasi Komite I yang hadir antara lain: Senator Alirman Sori (Sumbar); Senator Ahmad Kanedi (Bengkulu); Senator Husain Alting Sjah (Maluku Utara); Senator Dailami Firdaus (DKI Jakarta); Senator M. Syukur (Jambi); Senator Misharti (Riau); Senator Andi Nirwana S. (Sultra); Senator Arya Wedakarna (Bali); Senator Fachrur Razi (Aceh); Senator Ahmad Bastian (Lampung); Senator Jialyka Maharani (Sumsel); Senator Oni Suwarman (Jabar); Senator Maria Goreti (Kalbar); Senator M. Rakhman (Kalteng); dan Senator Ibnu Halil (NTB). Hadir juga sejumlah Forkompimda, Akademisi, Tokoh budaya dan sejarah, paguyuban kelurahan (Nayantaka), dan kelompok masyarakat lainnya.
Dalam sambutannya, Senator Bahasyim menyatakan bahwa Kunker ke DIY ini dalam rangka pertimbangan dan perbandingan bentuk dan pilihan pemerintahan yang ideal bagi Jakarta setelah tidak menjadi Ibukota Negara. Daerah Istimewa Yogyakarta dipilih sebagai salah satu Provinsi yang dikunjungi karena pernah menjadi Ibukota Negara Sementara yang kemudian bertransfromasi menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki kekhususan dari aspek Budaya yang dituangkan didalam Undang-Undang 13 Tahun 2012.
Sementara itu Sri Sultan Hamengkubuwana X, Gubernur DIY menyatakan bahwa lahirnya Undang-Undang Keistimewaan DIY tentu tidak lepas dari berbagai hal yang melatarbelakanginya. Meskipun secara hukum, politik, ekonomi dan sosial-budaya Yogyakarta telah berintegrasi dengan Republik Indonesia, namun dalam beberapa hal masih memiliki kewenangan untuk mengurusnya secara mandiri, tidak menghapus kewenangan-kewenangan yang secara historis dimiliki oleh Kasultanan Yogyakarta. Sepanjang sejarah ketatanegaraan Indonesia, pengakuan atau penegasan atas Keistimewaan Yogyakarta oleh pemerintah pusat silih berganti ditandai dengan terbitnya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1950 jo Undang-undang Nomor 19 Tahun 1950 sampai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Dan setelah melalui berbagai upaya, pada akhirnya Pemda dan segenap warga masyarakat DIY patut bersyukur, karena dengan disahkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY yang telah sesuai dengan yang diharapkan oleh sebagian besar masyarakat DIY. Undang-undang ini mengatur lima Kewenangan dalam urusan Keistimewaan, yaitu mencakup: (a) tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan kewenangan Gubernur dan Wakil Gubernur, (b) kelembagaan Pemerintah Daerah DIY, (c) kebudayaan, (d) pertanahan, dan (e) tata ruang.
Dalam sesi diskusi, sejumlah hal menarik dimunculkan oleh peserta diskusi antara lain berkaitan dengan Jakarta sebagai sebagai pusat Pendidikan, Multikuluturalisme dan adanya pengaturan mengenai Tata Ruang dan Pertanahan agar Jakarta menjadi bersih termasuk lingkungan hidup dan transportasi. Muncul juga pernyataan yang menyatakan bahwa desentralisasi asimetris yang dibangun di Jakarta nantinya berbeda dengan daerah lainnya dimana konflik dan isu separatisme (Aceh dan Papua), DIY kekhususannya karena sejarah sebagai Ibukota negara sementara. Jakarta akan tetap menjadi pusat bisnis dan ekonomi yang diatur dengan regulasi atau dibebaskan sesuai dengan kebutuhan pasar. Sebagai pusat ekonomi dan bisnis maka Jakarta tidak dapat dipisahkan dari aglomerasi (Bogor, Bekasi, Tangerang, Depok, dll) yang pengaturan juga mengikuti Jakarta. Sedangkan Gubernur tetap dipilih, Walikota/Bupati ditunjuk oleh Gubernur. Jakarta juga harus memikirkan mengenai kontribusi PAD bagi APBDnya selain pendanaan dari APBN (Dana Khusus).
Diskusi yang berlangsung dengan suasana keakraban ini berakhir pada pukul 14.00 WIB dan diakhir dengan makan siang.
Sumber: Press Release Komite I DPD RI Kunker DIY Perubahan RUU DKI 300123