Berita DPD di Media

Beranda

ยป

Berita DPD di Media

AWK Hadiri Klungkung Heritage Festival 2025, Hadirkan Jejak Warisan Kejayaan Kerajaan Klungkung

13 Oktober 2025 oleh bali

AWK Hadiri Klungkung Heritage Festival 2025, Hadirkan Jejak Warisan Kejayaan Kerajaan Klungkung Senator RI, Dr. Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna MWS III menghadiri acara Pembukaan Klungkung Heritage Festival 2025 yang berlangsung meriah di depan Monumen Ida Dewa Agung Jambe, Jumat (10/10/2025) sore. Festival mengangkat konsep jejak warisan kejayaan Kerajaan Klungkung yang memiliki napas budaya, diiringi semangat perjuangan kemerdekaan untuk bangsa Indonesia hingga menjadikan Klungkung sebagai pusat peradaban budaya Bali. Acara festival yang bertajuk “Abhiseka Ratu Commemorate” ini digelar selama dua hari, 10–11 Oktober 2025, dengan merepresentasikan perjalanan kejayaan Kerajaan Klungkung di Gelgel yang menjadi awal mula kerajaan-kerajaan di Bali. Festival ini merupakan sebuah momen penting bagi Kabupaten Klungkung, yang tidak hanya menjadi ajang promosi pariwisata, juga merupakan bagian penting dari pelestarian tradisi dan budaya Bali. Wakil Bupati Klungkung, Tjokorda Gde Surya Putra, mengatakan, pelaksanaan Klungkung Heritage Festival dilaksanakan pada momen Peringatan Abiseka Ida Dalem Semaraputra. Sebab, Klungkung disebut sebagai tanah yang sarat dengan nilai sejarah dan kebesaran budaya. Momen ini dipercaya dapat memberi nilai tambah bagi daya tarik wisata Semarapura City Tour, yang meliputi Area Kertha Gosa, Monumen Puputan Klungkung, Puri Agung Klungkung dan Desa Wisata Kamasan. “Festival ini menghadirkan parade budaya, seni pertunjukan dan pameran warisan leluhur, festival ini juga menjadi simbol kebangkitan kembali kejayaan Klungkung sebagai poros budaya Bali. Melalui festival ini, Klungkung ingin menunjukan jati diri sebagai pusat kebudayaan Bali, terutama menjelang pembangunan Pusat Kebudayaan Bali di Kabupaten Klungkung,” ujarnya dalam acara yang dihadiri Ida Dalem Semaraputra berserta istri, serta sejumlah undangan. Kepala Dinas Pariwisata Klungkung, Ni Made Sulistiawati, menjelaskan, Heritage Festival dirancang untuk menonjolkan keunikan Kerajaan Gelgel, yang merupakan pusat kerajaan di Bali pada abad ke-14 silam. Dalam acara ini, juga dilakukan peluncuran program Perlindungan Pekerja Rentan Pemda Klungkung dan pemotongan tumpeng Abhiseka Ratu Ida Dalem Smaraputra. Setelah seremoni, penonton disuguhi pawai budaya yang menampilkan parade busana kerajaan, rejang rentet, gebogan dulang selaka, baris pertiwa, hingga fragmentari. Selain parade, ada hiburan musik ekraf dengan menghadirkan band-band lokal Klungkung di malam hari. Kegiatan lainnya yakni pameran ekraf dan keris di Museum Klungkung, serta gelar wicara (talkshow) budaya. Parade barong ngelawang juga ditampilkan sebagai salah satu atraksi wisata khas Klungkung. Pada acara penutupan Klungkung Heritage Festival 2025 pada Sabtu (11/10) malam di depan Monumen Ida Dewa Agung Jambe, Bupati Klungkung, I Made Satria mengajak seluruh masyarakat menikmati penampilan tari lelakut oleh Komunitas Tunguart SLB Negeri 1 Klungkung. Pun parade Barongsai, Barong Wimala Kerthi dan Barong Ket Tapuk Asepak Sanggar Kayonan serta marching band. “Kegiatan serupa harus dikemas lebih baik lagi, dan menjadi kekuatan untuk menunjukkan Klungkung Mahottama serta menjadi kekayaan dalam promosi seni dan budaya milik Klungkung. Mari kita bersama sama menjaga warisan seni dan budaya kita,” ajaknya. Sumber: https://posmerdeka.com/klungkung-heritage-festival-2025-hadirkan-jejak-warisan-kejayaan-kerajaan-klungkung/

Merta Jiwa Hadiri acara Manusia Yadnya dan Pitra Yadnya Desa Adat Tegal, Badung

09 Oktober 2025 oleh bali

Senator RI, I Komang Merta Jiwa menghadiri acara Manusia Yadnya dan Pitra Yadnya Desa Adat Tegal 2025 di Peyadnyan Br. Telanga, Desa Adat Tegal, Darmasaba, Abiansemal, Badung bersama Bupati dan Wakil Bupati Badung bersama-sama menyalurkan dana aci dalam pelaksanaan acara pelestarian acara tersebut beberapa waktu yang lalu. Karya ini dipuput oleh Ida Pedanda Griya Gede Tegeha Sempidi dan dihadiri oleh anggota DPRD Badung I Nyoman Satria dan I Made Yudana, Ketua TP PKK Badung Nyonya Rasniathi Adi Arnawa, Camat Mengwi, Lurah Sempidi, Bendesa Adat Sempidi, tokoh masyarakat Desa Adat Sempidi, serta masyarakat setempat. Karya Manusa Yadnya dan Pitra Yadnya ini merupakan upacara keagamaan yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali untuk memuliakan leluhur dan memohon keselamatan bagi masyarakat. Dalam kesempatan ini Pemerintah Kabupaten Badung memberikan bantuan dana upakara sebesar Rp. 700 juta untuk mendukung pelaksanaan karya ini. Bupati dalam sembrama wacananya menyampaikan rasa bangga dan apresiasi atas semangat krama melaksanakan yadnya sebagai tanggung jawab dan menunjukkan rasa bakti kepada leluhur. “Saya merasa bersyukur dapat hadir nodya, sekaligus ikut mendoakan agar pelaksanaan karya manusa yadnya dan pitra yadnya bisa berjalan lancar dan labda karya sida sidaning don,” ujar Adi Arnawa. Ia juga berharap warga senantiasa bersatu dalam melaksanakan yadnya sehingga apa yang menjadi harapan bersama dapat dilancarkan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa. “Saya berharap warga senantiasa selalu bersatu sagilik saguluk salunglung sabayantaka dalam melaksanakan yadnya,” tambahnya. Bendesa Adat Sempidi, I Gusti Ngurah Martana, melaporkan bahwa Karya Manusa Yadnya dan Pitra Yadnya ini adalah yang ke-12 kalinya. Adapun jumlah sawa nyekah yang ikut dalam karya ini berjumlah 161, metatah 125, menek kelih 82, mepetik 43, warak keturon 26, ngelungah 12, ngelangkir 12, ngaben 5, serta dudonan karya yang sudah dimulai dari tanggal 23 Juli 2025. Puncak karya akan dilaksanakan pada tanggal 9 Oktober 2025 dengan nyegara gunung dan nganyut sekah tunggal. Sumber: https://baliilu.com/bupati-dan-wabup-badung-nodya-karya-manusa-yadnya-dan-pitra-yadnya-desa-adat-sempidi/

Kepala SLB 2 Denpasar Bali Ngadu ke DPD RI Rai Mantra Terkait Kekurangan Guru dan Ruang Kelas

09 Oktober 2025 oleh bali

SLB Negeri 2 Denpasar yang berada di Jalan Pendidikan Sidakarya Denpasar, Bali, masih kekurangan ruang kelas dan guru. Hal itu diungkapkan Kepala SLB 2 Denpasar, Ni Wayan Rapiyanti kepada Anggota DPD RI Bali, IB Rai Dharmawijaya Mantra pada Rabu 8 Oktober 2025, saat menyerahkan beasiswa PIP kepada siswa. Menurut Rapiyanti, saat ini pihaknya masih kekurangan 3 ruang kelas dan 5 orang guru khususnya guru kelas untuk SD. Untuk menyiasati kekurangan ruang kelas, pihaknya pun menyekat tiga ruang kelas, sehingga menambah tiga ruang kelas. "Kami akali, satu kelas jadikan dua dengan cara disekat," paparnya. Pada tahun ajaran baru mendatang, jika belum ada ruang kelas baru, pihaknya akan menerapkan sistem shift pagi dan siang. Sementara terkait kekurangan guru, ia mengaku mengakali dengan menambah jumlah siswa yang diampu oleh guru. Idealnya, satu guru mengampu 8 orang siswa untuk SMP dan 6 orang siswa untuk SD, kini 12 siswa bahkan 21 siswa diampu oleh satu guru. "Kemarin kami dapat dua guru PPPK Matematika dan Bahasa. Memang di Bali agak sulit mencari. Karena guru di sini harus tamatan khusus, karena menangani siswa yang spesial," paparnya. Siswa di sekolah ini mayoritas penyandang tuli, kemudian tuna grahita, tuna daksa, dan autis. Jumlah siswa dari jenjang SD hingga SMA sebanyak 261 orang. "Kami dalam satu kelas melebihi dari kapasitas. Kenapa bisa seperti itu? Karena tidak mungkin kami menolak siswa. Ke mana lagi mereka sekolah kalau bukan di sini," paparnya. Terkait hal itu, Rai Mantra sangat menyayangkan hal itu terjadi. Oleh karena itu, pihaknya akan mengawal dua rekomendasi ini untuk pemerintah pusat dan daerah. "Di pusat kami sudah ketemu Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah saat SPMB. Untuk sekolah inklusi sarprasnya itu harus jelas, tadi ruang kelas, lift, jumlah guru," paparnya. Sumber: https://bali.tribunnews.com/denpasar/581968/kepala-slb-2-denpasar-bali-ngadu-ke-dpd-ri-rai-mantra-terkait-kekurangan-guru-dan-ruang-kelas

Sidak SPPG MBG, Rai Mantra Sanitasi Minta Diperbaiki dan Upah Tenaga Kerja di Bawah UMR

09 Oktober 2025 oleh bali

Sanitasi di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Makanan Bergizi Gratis di Denpasar menjadi sorotan oleh Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra. Ia lakukan sidak ke dua SPPG, Sidakarya dan Pemecutan kemarin (8/10/2025). Ironisnya, banyak pergantian pekerja di SPPG karena tidak mendapatkan upah layak. Gaji mereka masih di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Rai Mantra berkunjung hadir bersama BPOM Denpasar, BGN sebagai pelaksana MBG, Dinas Pendidikan Denpasar dan Dinas Kesehatan. Mantan Wali Kota Denpasar mengatakan, diperlukan tata kelola yang lebih baik. SPPG dan kemitraan di Sidakarya yang melayani 3.800, tapi lay out dan sanitasi belum sepenuhnya memenuhi standar."Tentang UMR tenaga kerja yg msh di bawah standar," jelas Rai Mantra. Lebih lanjut di Sidakarya juga kompetensi masih rendah atau belum memadai. Kemudian di SPPG di Pemecutan melayani 3.400 siswa yang standar layout bangunan yang sudah baik. Sayangnya, upah juga di bawah standar UMR."Telah menggunakan tenaga lokal tapi tidak sepenuhnya," terangnya. Kendati ada berapa catatan, Rai Mantra melihat penerima di SLB 2 Sidakarya sangat senang. Orang tua murid juga bersyukur dengan anaknya mendapat MBG. "Minat bersekolah anak meningkat karena MBG. Saran dari bpom, pendidikan dan Dinas kesehatan supaya ada variasi menu," sebutnya. Rai Mantra juga menyampaikan saran dari BPOM dan dinas pendidikan maupun kesehatan, supaya ada tester makanan dicek oleh petugas penerima berkaitan tentang kelayakan MBG. Diminta perbaikan sanitasi karena itu syarat utama. Selain itu juga minta libatkan penggunaa tenaga magang dari sekolah pariwisata untuk meningkatkan kompetensi pelayanan. Untuk meningkatkan mutu diharapkan adanya pengawasan dan survei tingkat pemanfaatan dan kepuasan konsumen secara berkala."Untuk peningkatan kualitas serta mutu untuk tujuan utama MBG," beber Rai Mantra. Pada prinsipnya, kata Rai Mantra distribusi MBG di Denpasar berjalan baik , hanya satgas pengawasan provinsi dan kabupaten/kota harus lebih melekat serta perlu ada community college untuk meningkatkan kompetensi dasar tenaga kerja. Sementara terkait gaji di bawah UMR, Rai Mantra akan membawa aspirasi tersebut ke pusat."Jelas akan saya bawa. Jangan sampai di daerah dibuat pusing. Harus memenuhi sumber daya yang seimbang. Kalau satu sumber daya tidak terpenuhi, pasti ada yang tidak berjalan baik," paparnya. Sementara itu, Kadis Pendidikan Kota Denpasar, AA Gde Wiratama mengatakan, jumlah makanan yang disediakan sesuai dengan jumlah siswa. Pengecekan hanya bisa dilakukan secara manual dengan pengamatan saja. Ia berharap di setiap sekolah ada tester sehingga rasa juga bisa dipantau bukan hanya dari tampilan luar. Pihaknya juga sempat menemukan menu nasi goreng dengan semangka yang layu."Mungkin nasi gorengnya masih panas dan buahnya semangka sehingga terlihat seperti bonyok dia. Saya hubungi SPPG untuk mengganti buahnya," paparnya. Sampai saat ini, di Denpasar sudah beroperasi sebanyak sembilan SPPG. Jumlah sekolah penerima BGN dari jenjang TK/PAUD hingga SMA/K sebanyak 40 sekolah dan 20 ribu lebih siswa. Sumber: https://radarbali.jawapos.com/bali/706677468/sidak-sppg-mbg-rai-mantra-sanitasi-minta-diperbaiki-dan-upah-tenaga-kerja-di-bawah-umr?page=2

Kolom Agama di KTP: Antara Identitas, Humanisme, dan Rasionalitas Konstitusi

07 Oktober 2025 oleh bali

Diskusi publik bertajuk “Kolom Agama di KTP – Perlukah?” yang digagas oleh Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia, Asosiasi Pendeta Indonesia, dan Simposium Setara Menata Bangsa menjadi salah satu forum yang mengingatkan kita bahwa isu “kolom agama” bukan sekadar perdebatan administratif, melainkan refleksi mendalam tentang bagaimana negara memahami manusia sebagai warga dan sebagai makhluk beriman. Dalam konteks ini, saya hadir bukan sekadar sebagai moderator diskusi, tetapi sebagai seorang akademisi yang mencoba membaca fenomena ini melalui lensa rasional, humanis, dan konstitusional. Polemik kolom agama pada KTP selalu menggoda karena ia menyentuh simpul paling sensitif dalam kehidupan sosial kita — identitas. Kartu Tanda Penduduk, pada hakikatnya, adalah representasi administratif seseorang di mata negara. Namun, begitu kolom “agama” dicantumkan, ia berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih dalam: sebuah deklarasi eksistensial yang menandai siapa kita di tengah masyarakat majemuk. Di sinilah kita sering kali terjebak antara dua kutub, antara hak individu dan kebutuhan negara, antara humanisme universal dan politik identitas. Sejarah yang Tidak Bisa Dilupakan Sebagaimana diuraikan oleh Dr. Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna (AWK) dalam forum tersebut, sejarah keberagamaan di Nusantara telah mengalami berbagai fase tekanan dan adaptasi. Periode Orde Baru, misalnya, menjadi era di mana negara melakukan “penyeragaman iman” dengan mewajibkan setiap warga untuk memilih salah satu dari lima agama resmi. Banyak penganut kepercayaan lokal akhirnya “bernaung” di bawah agama besar demi memperoleh pengakuan administratif, bukan karena keyakinan berubah, tetapi karena sistem memaksanya demikian. Dari sudut pandang sosiologis, ini adalah bentuk asimilasi paksa yang lahir dari kekhawatiran negara terhadap pluralitas yang tidak terkontrol. Namun secara filosofis, tindakan itu adalah bentuk reduksi spiritualitas: menjadikan iman sebagai kategori administratif. Ketika seseorang harus memilih agama karena kebutuhan politik, maka negara sedang menundukkan iman di bawah logika birokrasi. AWK dengan jujur mengakui bahwa Hindu Dharma mendapat tambahan umat karena situasi itu, tetapi ia menolak untuk menilai fenomena ini dari sisi “angka.” Ia memilih posisi moral yang luhur: lebih baik sedikit tapi sejati, daripada banyak tapi semu. Dalam kalimatnya yang reflektif, ia menyatakan bahwa umat Hindu tak keberatan jika para penghayat kepercayaan yang dulu berlindung di bawah Hindu kini kembali pada akar kepercayaannya. Pandangan ini menandai kedewasaan spiritual, suatu pengakuan bahwa kebenaran iman tidak lahir dari statistik, melainkan dari kesadaran batin manusia. Konstitusi sebagai Jalan Tengah Konstitusi Indonesia, dalam Pasal 28E dan Pasal 29 Ayat 2 UUD 1945, dengan jelas menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 menjadi tonggak penting karena mengembalikan hak penghayat kepercayaan untuk mencantumkan keyakinannya di KTP dan Kartu Keluarga. Ini bukan hanya kemenangan administratif, tetapi juga kemenangan filosofis: negara mengakui bahwa iman tidak harus bersumber dari enam agama besar. Namun, pengakuan konstitusional itu belum sepenuhnya diikuti oleh perubahan mental sosial. Diskriminasi masih ada, baik dalam pelayanan publik maupun dalam interaksi sosial. Kolom agama yang seharusnya menjadi alat identifikasi justru sering kali menjadi alat kategorisasi. Ia memisahkan, bukan menyatukan. Ia menandai, bukan melindungi. Karena itu, meski secara hukum kolom agama kini terbuka bagi penghayat kepercayaan, secara sosial kita masih berjarak dari cita-cita humanisme konstitusional. Pengakuan hukum belum tentu diikuti oleh penerimaan sosial. Di sinilah kita membutuhkan literasi keberagamaan baru — literasi yang tidak berhenti pada toleransi pasif, tetapi melangkah menuju rekognisi aktif: menghargai perbedaan bukan karena diwajibkan, tetapi karena dipahami. Humanisme dan Rasionalitas Negara Menarik ketika AWK mengaitkan kolom agama dengan dimensi kemanusiaan dalam situasi darurat, misalnya saat kecelakaan, bencana, atau kematian. Ia menilai bahwa kolom agama membantu memastikan perlakuan jenazah sesuai keyakinan. Argumen ini, meskipun tampak pragmatis, sesungguhnya berakar dalam pandangan metafisik tentang kesatuan tubuh dan jiwa. Di sini, humanisme tidak berarti menghapus identitas, melainkan memastikan bahwa setiap manusia diperlakukan dengan hormat sesuai keyakinannya. Namun, argumen kemanusiaan ini juga membuka paradoks. Jika kolom agama diperlukan demi kemanusiaan, maka kita mesti memastikan bahwa ia tidak menjadi sumber ketidakmanusiawian. Fakta-fakta diskriminatif di lapangan, seperti kesulitan minoritas dalam mengakses layanan publik, atau kasus sweeping KTP di daerah konflik, membuktikan bahwa kolom ini bisa menjadi alat eksklusi. Maka, tugas moral negara adalah menjamin agar instrumen administratif tidak berubah menjadi senjata sosial. Kementerian Agama dan Realitas Struktural Penanggap diskusi, Yohanis Henukh, menyoroti aspek struktural yang tak kalah penting: selama negara masih memiliki Kementerian Agama, maka kolom agama di KTP belum bisa dihapus. Pandangan ini mungkin terdengar birokratis, tetapi sangat rasional. Kementerian Agama adalah representasi formal dari politik keagamaan negara. Ia mengatur anggaran, pendidikan, dan birokrasi keagamaan. Menghapus kolom agama berarti mengguncang fondasi administratif yang menopang kementerian itu. Dengan demikian, penghapusan kolom agama bukan hanya keputusan moral, tetapi juga reformasi sistemik. Ia membutuhkan revisi undang-undang lintas sektor: dari UU Administrasi Kependudukan hingga UU Statistik dan UU Keuangan Negara. Maka benar kata AWK, jalan menuju negara yang sepenuhnya sekuler-administratif bukanlah sprint, tetapi maraton peradaban. Butuh kesabaran historis. Politik Angka dan Krisis Makna Salah satu kritik paling tajam terhadap keberadaan kolom agama datang dari kesadaran akan “politik angka.” Data agama dalam sensus sering dijadikan dasar alokasi anggaran dan kekuasaan simbolik. Agama-agama besar mendapat ruang lebih besar di struktur birokrasi, sementara agama minoritas dan penghayat kepercayaan kerap terpinggirkan. Di sini, angka menjadi alat legitimasi, bukan representasi. Inilah bahaya paling filosofis dari kolom agama: ketika iman dikalkulasi, maka spiritualitas direduksi menjadi statistik. Padahal, esensi beragama bukan tentang seberapa banyak penganutnya, melainkan seberapa manusiawi nilai yang ia bawa. Jika keberagamaan diukur dari jumlah, maka negara tanpa sadar sedang membangun “teologi mayoritas” sebuah sistem nilai yang mengorbankan keunikan iman minoritas. Fasilitasi Negara dan Kenyamanan Agama Lokal Pemaparan tentang posisi agama lokal di bawah pembinaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menunjukkan bahwa Indonesia sesungguhnya telah memiliki model kebijakan yang lebih “lunak” dan inklusif. Dengan tidak menempatkan penghayat kepercayaan di bawah Kementerian Agama, negara memberi ruang spiritualitas non-doktriner untuk tumbuh tanpa tekanan teologis. Menarik bahwa para penghayat justru merasa lebih “tenang” di bawah Kemendikbud. Mereka tidak menuntut hari raya nasional atau fasilitas politik anggaran. Mereka hanya ingin diakui dan dihormati. Ini menunjukkan tingkat spiritualitas yang matang: keimanan yang tidak bergantung pada validasi negara. Dalam konteks ini, mungkin justru agama-agama besar yang perlu belajar, bahwa spiritualitas sejati tidak membutuhkan panggung politik. Menuju Reformasi Administrasi yang Beradab Pertanyaan kritis muncul: mungkinkah informasi agama tetap disimpan secara internal dalam database negara tanpa harus dicetak di KTP, seperti di banyak negara lain? Dari sisi teknologi administrasi, jawabannya jelas: bisa. Tetapi dari sisi sosial-politik, jawabannya belum. Indonesia belum sampai pada tahap kedewasaan sosial di mana identitas keagamaan bisa sepenuhnya diprivatisasi tanpa menimbulkan kecurigaan. Karena itu, langkah paling realistis saat ini bukan menghapus kolom agama, tetapi memurnikan fungsinya. Kolom agama harus dimaknai ulang — bukan sebagai tanda keanggotaan dalam kelompok mayoritas, tetapi sebagai pengakuan terhadap martabat iman seseorang. Negara harus memastikan bahwa informasi itu hanya digunakan untuk tujuan yang sah: pencatatan sipil, pemakaman, atau urusan hukum keagamaan, bukan untuk menentukan siapa yang layak diterima kerja, siapa yang boleh menikah, atau siapa yang dianggap “berbeda.” Negara, Iman, dan Kemanusiaan Diskusi ini menunjukkan satu hal mendasar: persoalan kolom agama bukanlah persoalan teknis, melainkan cermin kedewasaan bangsa dalam mengelola keberagaman. Kita sering mengira bahwa menulis agama di KTP adalah hal sepele, padahal di balik selembar kartu itu tersimpan sejarah panjang relasi kuasa antara negara, agama, dan manusia. Sebagai akademisi, saya melihat bahwa perdebatan ini belum selesai, dan memang tidak perlu segera diselesaikan. Sebab, yang kita butuhkan bukan jawaban final, melainkan kesadaran kolektif untuk terus meninjau ulang relasi antara iman dan administrasi. Kolom agama, dalam pengertian terdalamnya, adalah refleksi tentang sejauh mana negara mempercayai warganya untuk beriman secara bebas, dan sejauh mana kita sebagai warga mampu menghormati iman orang lain tanpa harus melihat apa yang tertulis di selembar kartu identitas. Mungkin suatu hari nanti, ketika bangsa ini telah cukup dewasa secara literasi spiritual dan politik, kolom agama di KTP tak lagi dibutuhkan. Bukan karena kita menolak iman, tetapi karena iman sudah menjadi bagian dari kesadaran publik yang tak perlu lagi dikontrol negara. Tetapi untuk saat ini, seperti disimpulkan oleh para narasumber, kolom itu masih perlu, bukan sebagai simbol kekuasaan, melainkan sebagai jembatan kemanusiaan di tengah transisi menuju masyarakat yang benar-benar Bhinneka Tunggal Ika. Sumber: https://faktual.net/kolom-agama-di-ktp-antara-identitas-humanisme-dan-rasionalitas-konstitusi/

Pemutakhiran DTKS ke DTSEN, Rai Mantra: Tidak Boleh Ada Ketimpangan Data

07 Oktober 2025 oleh bali

Anggota DPD RI perwakilan Bali I.B. Rai Dharmawijaya Mantra mengatakan Komite III sudah melakukan rapat kerja dengan Badan Pusat Statistik yang dihadiri Kepala BPS dan Wakil Ketua DPD RI terkait penyaluran bansos dan jamsos melalui sistem pendataan penduduk miskin berbasis pada DTSEN. “Masalahnya, hasil pendataan tersebut menimbulkan ketimpangan di daerah. Misalnya, ada yang tadinya masuk desil 5 jadi berubah ke desil 6, yang berakibat pada masalah bantuan, termasuk juga terkait pendidikan. Miskin atau tidak miskinnya itu jadi bermasalah di banyak tempat,” ujar Rai Mantra. Dijelaskan adanya desil satu sampai 10 ini menimbulkan hal-hal yang memang tidak sinkron antara data dengan kenyataan di lapangan. Sedangkan yang mendata itu adalah koordinator PKH yang dipilih oleh Kementerian Sosial. “Akhirnya, kemarin kami melakukan advokasi. Badan Pusat Statistik menjelaskan sudah memiliki komitmen dan kebijakan baru untuk mengintegrasikan data daerah. Jadi, nanti kami juga akan mengadakan pertemuan terutama dengan Dinas Sosial di seluruh Bali, untuk mengkomunikasikan masalah ini. Sekaligus menjalankan fungsi kami sebagai pengawasan, sampai sejauh mana kebijakan pusat bisa diterapkan di daerah sehingga ketimpangan itu bisa diminimalisir dengan baik,” jelas mantan Walikota Denpasar ini. Rai Mantra menambahkan, kalau dari data itu ada pengurangan, tapi yang terdampak adalah mereka yang seharusnya tidak, maka kemungkinan evaluasi ulang tetap ada. Pada prinsipnya, BPS mengakomodir tingkat integrasi data yang akan diterima. Namun memang perlu ada evaluasi. Yang paling penting adalah adanya integrasi data. Karena selama ini pendataan tidak pernah dilakukan secara terkoordinasi antara pemerintah pusat dan provinsi. Menurut Rai Mantra, biasanya data langsung ke pusat. Hal ini justru menimbulkan kendala, karena ada juga yang dicover oleh pemerintah daerah masing-masing. “Kami akan mendorong agar Kepala BPS berkoordinasi dengan Gubernur, supaya bisa dikoordinasikan dengan bupati dan walikota. Jadi, ada tim yang bisa mengintegrasikan data satu sama lain,” ujar Rai Mantra. “DPD berharap, tidak boleh lagi ada ketimpangan data. Harus terjadi integrasi data dalam kasus ini. Kami menjalankan fungsi pengawasan agar hal ini benar-benar bisa terlaksana. Kalau di daerah tidak dilaksanakan, berarti BPS di Bali tidak melakukan koordinasi dengan baik dengan BPS pusat,” tambahnya. Ditegaskan pula, sebelumnya sudah ada kesepakatan antara DPD dan BPS. Selama ini, BPS hanya mengambil sampel saja. Itu masalahnya. “Sedangkan banyak informasi yang didapatkan dari koordinator PKH menunjukkan realita yang tidak sesuai dengan data pusat. Ini menimbulkan gejolak baru. Apalagi kemarin ada SPMB, banyak yang dari desil 5 merasa tidak adil. Sampelnya dianggap tidak merata,” tambah Rai Mantra. Komite III DPD RI menemukan sekitar 7,3 juta peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan 1,8 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Bansos tiba-tiba tertutup akibat penyesuaian data pada pemutakhiran Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) ke dalam Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) pada Mei 2025. Hal ini berimplikasi pada seluruh penyaluran bantuan sosial dan jaminan sosial yang kini menggunakan DTSEN. Hal serupa terjadi pada 1,8 juta nama yang dicoret dari daftar Keluarga Penerima Manfaat bantuan sosial. Dalam rapat kerja, Komite III DPD RI ingin memastikan penyaluran bansos dan jamsos tepat sasaran melalui sistem pendataan penduduk miskin yang dilakukan berbasis pada DTSEN. Ketua Komite III DPD RI Filep Wamafma menilai BPS perlu membuka data ke publik agar masyarakat dapat mengetahui secara pasti jumlah warga yang terdampak nonaktif di setiap provinsi serta jumlah warga yang terimbas akibat pemutakhiran data di seluruh daerah. “Komite III DPD RI perlu mengetahui mekanisme atau prosedur pengintegrasian DTKS ke dalam DTSEN, termasuk kriteria dan ukuran-ukuran dalam penetapan penduduk ke dalam golongan layak menerima atau tidak layak menerima bansos,” imbuh Filep. Menanggapi hal tersebut, Wakil Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sonny Harry B. Harmadi menjelaskan, DTSEN memuat 39 variabel yang digunakan BPS untuk menyediakan data seluruh keluarga (tidak hanya yang miskin) dan diperingkat berdasarkan tingkat kesejahteraannya (Desil 1–10). Data ini dapat dimanfaatkan oleh K/L/D dalam penargetan berbagai program, sebagaimana diamanatkan Inpres Nomor 4 Tahun 2025. “BPS perlu juga memberikan pelatihan kepada pendamping program di lapangan untuk mendukung pemutakhiran data, serta bekerja sama dengan berbagai kementerian/lembaga untuk memadankan data guna kepentingan identifikasi penerima program bansos. DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) digunakan pemerintah sebagai acuan utama dalam penyaluran berbagai bantuan sosial (bansos) dan program pemberdayaan masyarakat yang kurang mampu atau rentan miskin. Dengan terdaftar di DTKS, masyarakat memiliki akses untuk mendapatkan Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Prakerja. Sumber: https://dutabalinews.com/2025/10/05/pemutakhiran-dtks-ke-dtsen-rai-mantra-tidak-boleh-ada-ketimpangan-data/

KONJEN RRT DORONG PENINGKATAN KUNJUNGAN WISATAWAN TIONGKOK KE BALI DENPASAR

07 Oktober 2025 oleh bali

Senator DPD RI Dr. Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna MWS III (AWK) menghadiri acara Resepsi Hari Berdirinya RRT ke- 76 dan Peringatan 75 Tahun Hubungan Diplomatik RRT dan Indonesia di Badung, Jumat (26/9). Hubungan diplomatik Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dengan Indonesia terus menunjukkan peningkatan. Demikian pula hubungan antarmasyarakat di semua tingkatan yang diwujudkan dalam kerjasama dalam berbagai bidang baik ekonomi, pendidikan maupun penelitian. Khusus untuk Bali, salah satunya terus meningkatkannya kunjungan warga RRT yang berlibur ke Bali. Ke depan hubungan yang telah terjalin erat diharapkan memberikan manfaat bersama kedua negara. Termasuk mendorong meningkatnya kunjungan wisatawan Tiongkok ke Bali. Demikian disampaikan Konsul Jenderal (Konjen) Republik Rakyat China di Denpasar, Zhang Zhisheng, dalam acara resepsi tersebut. Menurut Zhang, Konsulat Jenderal Tiongkok di Denpasar secara aktif mendukung seluruh wilayah dan departemen Tiongkok dalam meningkatkan ikatan antarmasyarakat dan kerja sama praktis dengan tiga provinsi, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, di distrik konsulernya. “Sejak awal tahun ini, kedua belah pihak telah menjalin pertukaran persahabatan di semua tingkatan. Jumlah wisatawan Tiongkok ke ketiga provinsi tersebut terus meningkat,” katanya. Sejak Januari hingga Mei 2025, kunjungan wisatawan Tiongkok tercatat 218.811 orang, naik 16,23 persen dibanding periode yang sama tahun 2024. Angka ini menempatkan Tiongkok di posisi ketiga negara asal wisatawan terbanyak setelah Australia dan India. Lima negara penyumbang kunjungan wisman terbesar sepanjang Mei 2025 adalah Australia (138.515 kunjungan), India (67.995), Tiongkok (42.949), Inggris (29.212), dan Prancis (28.080). Lebih jauh, Zhang menyampaikan kemajuan baru juga telah dicapai dalam kerja sama RRT dan Indonesia di bidang pendidikan, pelatihan vokasi, pertanian, perdagangan, dan penelitian ilmiah. Perusahaan-perusahaan seperti China Huadian Science and Industry dan China Nonferrous Metals telah memberikan kontribusi signifikan terhadap pembangunan ekonomi dan sosial di distrik konsuler. “Saat ini, hubungan Tiongkok-Indonesia berada pada titik terbaiknya dalam sejarah. Marilah kita jadikan peringatan 75 tahun terjalinnya hubungan diplomatik antara Tiongkok dan Indonesia sebagai titik awal baru dan, di bawah arahan strategis kedua kepala negara, bekerja sama untuk membangun pencapaian masa lalu dan melangkah maju ke masa depan, mendorong pembangunan bersama berkualitas tinggi dari Inisiatif Sabuk dan Jalan, meningkatkan hubungan bilateral ke tingkat yang lebih tinggi, dan selanjutnya memberikan manfaat bagi rakyat kedua negara,” kata Zhang dalam sambutannya. Acara peringatan dihadiri sejumlah undangan, diantaranya Asisten 3 Setda Pemerintah Provinsi Bali, Bendesa Agung Majalis Desa Adat (MDA) yang juga Ketua FKUB Bali, Staf Ahli Gubernur, Kadis Pariwisata, Perwakilan Beacukai dan Imigrasi, DitPamobvit Polda Bali, Pengusaha, Pimpinan Organisasi Keagamaan, Perhimpunan Keturunan Tionghoa di Bali. Acara dimeriahkan paduan suara dari Universitas Ganesha Singaraja (Confucius Institute) yang menyanyikan lagu Indonesia Pusaka, lagu bahasa mandarin Wo De Zu Guo (Negaraku). Sumber: https://www.balipost.com/news/2025/09/28/493124/Konjen-RRT-Dorong-Peningkatan-Kunjungan...html

DPD RI Bali Gandeng PMI Denpasar Gelar Senator Peduli: Donor Darah

03 Oktober 2025 oleh bali

DPD RI Provinsi Bali mengadakan Senator Peduli: Donor Darah dalam rangka Ulang Tahun DPD RI ke-21 di Kantor DPD RI Provinsi Bali, Jumat (3/10) Acara ini dihadiri oleh Senator RI, I B Rai Mantra (B-65), perwakilan Pemprov Bali, Polda Bali, Staf Sekretariat DPD RI Prov. Bali, Staf Ahli Anggota DPD RI Provinsi Bali, dan komunitas dari masyarakat umum. [image]donor 2.JPG[/image] Acara Senator Peduli: Donor Darah ini bekerjasama dengan PMI Kota Denpasar dan diadakan di seluruh kantor DPD RI Provinsi di Indonesia. Giat tersebut merupakan salah satu acara dari rangkaian Ulang Tahun DPD RI ke-21. Sebelumnya telah diadakan berbagai perlombaan diantaranya lomba esai nasional, duta DPD RI, lomba video pendek gen- z, lomba foto dan video tematik, DPD award dan senator peduli: ketahanan pangan yang telah dilaksanakan di beberapa kota. Anggota DPD RI Dapil Bali, IB Rai Dharma Wijaya Mantra menyampaikan kegiatan kemanusian ini untuk menyikapi ketersediaan darah di Bali akibat bencana yang terjadi belum lama ini. “Sebelumnya di pusat diadakan pada 1 Oktober 2025, dan sekarang dilakukan di Daerah. Ini salah satu kegiatan untuk menyambut HUT ke-21 DPD RI. Donor itu saya kira sangat bagus, karena kita mendapatkan cek kesehatan gratis,” ungkapnya. [image]donor 3.JPG[/image] Kepala Kantor DPD RI, Putu Rio Rahdiana menambahkan, donor ini juga untuk menyikapi adanya pemadaman saat bencana kemarin. “Stok darah banyak yang rusak akibat mati listrik saat banjir,” imbuhnya. Dalam kesempatan ini, Rio menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut berpartisipasi menyumbangkan darahnya.

Di Usia ke-21, DPD RI Dorong 4 RUU Prolegnas dan Penguatan Peran Senat Daerah

oleh bali

DPD RI menegaskan peran strategisnya dalam mendorong empat Rancangan Undang-Undang (RUU) prioritas Prolegnas 2025, yakni RUU Pengelolaan Perubahan Iklim, RUU Pemerintah Daerah, RUU Masyarakat Hukum Adat, dan RUU Daerah Kepulauan. Momentum ini menjadi penanda bahwa di usianya yang ke-21, DPD RI diharapkan tampil sebagai lembaga yang semakin representatif dan mampu menjawab tantangan serta permasalahan daerah secara lebih konkret. Langkah legislasi ini juga dipandang sebagai bukti pentingnya memperkuat kewenangan DPD RI dalam sistem politik nasional, agar keberadaan senat daerah benar-benar sejajar dengan DPR RI dan mampu menjadi penyalur aspirasi daerah secara substantif. Dalam acara yang dihadiri oleh Pakar Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan, Pakar Hukum Tata Negara Andi Irmanputra Sidin, Pengamat Politik Hendri Satrio, serta Akademisi Rocky Gerung itu, Ketua DPD RI Sultan B Najamudin, menegaskan bahwa saat ini Indonesia membutuhkan penguatan kelembagaan DPD RI sebagai senat daerah sebagai kamar kedua yang sejajar dengan DPR RI dalam proses legislasi nasional. Menurutnya, ketimpangan kewenangan antara lembaga perwakilan daerah dan pusat berpotensi menghambat terwujudnya keadilan sosial serta pemerataan pembangunan. “DPD RI harus didefinisikan ulang sebagai kamar kedua dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Kehadiran DPD RI bukan sekadar simbol, tetapi kebutuhan nyata agar suara daerah tidak hilang di tengah hiruk-pikuk politik pusat,” ujar Sultan dalam acara Dialog Kebangsaan dan Kenegaraan bertajuk “Napak Tilas Kelembagaan: Upaya Merajut Visi dan Perspektif untuk Kinerja DPD RI yang Lebih Berdaya” di Lobby Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (30/9/2025). Dalam keynote speech-nya, Sultan menawarkan sebelas gagasan pembaruan demokrasi yang dinilai relevan untuk memperkuat sistem politik nasional. Beberapa di antaranya adalah pembentukan Badan Legislasi Nasional sebagai wadah sinergi DPR RI, DPD RI, pemerintah, akademisi, dan masyarakat sipil, pemberian kewenangan bagi anggota DPD RI untuk mengusung calon kepala daerah independen, penetapan empat wakil presiden yang mewakili sub-wilayah Indonesia, hingga kehadiran Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang ditetapkan MPR untuk menjaga arah pembangunan nasional. Sultan menekankan, reformasi politik harus diarahkan untuk menghadirkan demokrasi yang substantif, bukan sekadar prosedural. Melalui langkah tersebut, DPD RI diyakini dapat memainkan peran strategis dalam konsolidasi demokrasi, penguatan otonomi daerah, serta menghadirkan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy) yang lebih adil dan berkelanjutan. “DPD RI adalah harapan bahwa demokrasi bukan hanya milik masyarakat kota, tetapi juga mereka yang hidup di perbatasan, di pulau-pulau kecil, dan daerah terpencil. Inilah saatnya memperkuat suara daerah dalam panggung nasional,” Senator asal Provinsi Bengkulu ini. Ia juga menegaskan bahwa demokrasi tidak boleh berhenti pada prosedur elektoral, melainkan harus menjawab kebutuhan rakyat secara substantif. “DPD RI adalah bukti bahwa demokrasi bukan hanya milik masyarakat kota, tetapi juga mereka yang hidup di perbatasan, di pulau-pulau kecil, dan daerah terpencil. Tugas kita adalah memastikan keadilan sosial hadir bagi seluruh rakyat,” tegasnya. Selain itu, Sultan juga menyoroti kontribusi nyata DPD RI dalam menghadirkan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy), seperti pencanangan program Senator Sejuta Pohon, penyusunan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim, RUU Masyarakat Hukum Adat, serta RUU Daerah Kepulauan. sumber: https://www.dpd.go.id/daftar-berita/di-usia-ke-21-dpd-ri-dorong-4-ruu-prolegnas-dan-penguatan-peran-senat-daerah

DPD RI Luncurkan Program Senator Peduli Ketahanan Pangan Serentak Dari 4 Provinsi

01 Oktober 2025 oleh bali

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), secara serentak di 4 wilayah yakni Bengkulu, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Selatan, dan Papua Tengah meluncurkan program Senator Peduli Ketahanan Pangan, sekaligus menjadi bagian dari peringatan Hari Tani Nasional dan HUT ke-21 DPD RI yang jatuh pada 1 Oktober mendatang. Peluncuran program Senator Peduli Ketahanan Pangan, di Bengkulu dipimpin Ketua DPD RI Sultan Baktiar Najamudin. Sementara Wakil Ketua DPD RI Tamsil Linrung bersama Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mencanangkan Program Senator Peduli Ketahanan Pangan di Sulawesi Selatan. Wakil Ketua DPD RI, Gusti Kanjeng Ratu Hemas memimpin peluncuran program ini di Kelurahan Oenesu, Kabupaten Kupang Barat, NTT, Ketua DPD RI Sultan Baktiar Najamudin pada peluncuran program ini mengatakan total lahan percontohan 5.000 hektare untuk budidaya jagung. Dalam sambutannya, Sultan juga menyinggung visi besar Presiden Prabowo Subianto melalui Asta Cita yang menempatkan ketahanan pangan sebagai prioritas utama pembangunan nasional dan DPD RI berada pada garis yang sama. Ia menilai, visi tersebut menjadi relevan di tengah krisis pangan global akibat pandemi, perubahan iklim, hingga konflik geopolitik. Di NTT Wakil Ketua DPD RI, Gusti Kanjeng Ratu Hemas mengatakan Presiden Prabowo Subianto melalui Asta Cita telah menetapkan ketahanan pangan sebagai prioritas nasional. DPD RI menyatakan dukungan penuh, dan mengawal Pangan yang berkelanjutan, merata, dan terjangkau harus hadir di meja setiap keluarga Indonesia. “DPD RI berkewajiban untuk mendukung, mengawal, dan memastikan program ini terlaksana dengan tepat, tepat sasaran, tepat lokasi, tepat hasil, serta memberi dampak nyata bagi rakyat,” ujarnya. Menurut GKR Hemas, Indonesia harus menjadi pemain utama karena memiliki tanah yang subur, iklim tropis yang kaya, keragaman hayati yang luar biasa, serta petani-petani yang tangguh. Di Sulsel Sementara Wakil Ketua DPD RI Tamsil Linrung yang mencanangkan program Senator Peduli Ketahanan Pangan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Sulawesi Selatan, mengatakan penanaman komoditas jagung dipilih untuk menyukseskan target satu juta hektar yang ditetapkan Presiden. “Jagung merupakan komoditas strategis. Selain sebagai pangan dan pakan, hilirisasi jagung menghasilkan biofuel,” ujarnya Papua Tengah Dari Timika, dilaporkan peluncuran Program Ketahanan Pangan di Papua Tengah, di pimpin Wakil Ketua DPD RI Yorrys Raweyai ditandai dengan ‘dentuman’ alat musik tradisional Tifa . Yorrys dalam sambutannya menegaskan menegaskan program ini bukan sekadar kegiatan seremonial, melainkan komitmen jangka panjang untuk meningkatkan ketahanan pangan. Senator asal Papua Tengah itu menyatakan bahwa peluncuran gerakan Senator Peduli Ketahanan Pangan merupakan langkah nyata DPD RI dalam menggerakkan roda pertanian lokal. Program ini, lanjutnya, juga menjadi bagian dari dukungan DPD RI terhadap kebijakan pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional sesuai arah besar Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. Dalam kesempatan itu, Yorrys juga menyampaikan harapannya agar memasuki usia ke-21 pada 1 Oktober mendatang, DPD RI dapat terus menjadi mitra kolaboratif yang memastikan program-program nyata dan berdampak langsung bagi masyarakat. Sumber: https://www.waspada.id/nusantara/dpd-ri-luncurkan-program-senator-peduli-ketahanan-pangan-serentak-dari-4-provinsi/