Berita DPD di Media

Beranda

ยป

Berita DPD di Media

FGD Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif: Kompetensi dan “Law Enforcement” Kunci Meningkatkan Kualitas

10 April 2025 oleh bali

Kompetensi dan Law Enforcement menjadi kunci untuk meningkatkan kualitas lingkungan, budaya dan SDM dalam rangka mewujudkan pariwisata yang berkualitas, bermartabat dan berkelanjutan. Demikian antara lain mengemuka dalam Acara Serap Aspirasi Masyarakat yang digelar Anggota DPD RI Perwakilan Bali Dr. I.B. Rai Dharmawijaya Mantra, Rabu (26/3/2015) di Kantor DPD RI Perwakilan Bali. Penyerapan aspirasi (FGD) ini dalam rangka Inventarisasi Materi Pengawasan atas Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif. Di awal paparannya Rai Mantra mengatakan Kementerian Bappenas menyebut ada tujuh isu yang menjadi tantangan dalam membangun pariwisata berkualitas yakni penurunan kualitas lingkungan, rendahnya kualitas tata kelola destinasi wisata, pelayanan pariwisata yang kurang prima, rendahnya kualitas SDM, keterbatasan aksesbilitas udara, darat, dan laut, kurangnya investasi, serta minimnya kesiapsiagaan bencana. Menurut Rai Mantra, pembangunan kepariwisataan bukan hanya diarahkan pada peningkatan kuantitas wisatawan, melainkan pada kualitas (pengalaman otentik) serta keberlanjutan lingkungan dan budaya yang khas Nusantara. “Pembangunan kepariwisataan harus bisa mendatangkan benefit sosial bagi masyarakat setempat, tidak hanya profit oriented. Dan dalam halnya dibutuhkan pemahaman dan komitmen dari seluruh stakeholder kepariwisataan untuk bersama-sama mewujudkannya. Pembangunan kepariwisataan juga tidak terlepas dari sektor ekonomi kreatif di dalamnya,” tegasnya. Sebab dunia pariwisata yang semakin berkembang pesat membawa potensi ekonomi kreatif di dalamnya. Ekonomi kreatif adalah sektor perekonomian yang menggabungkan antara kreativitas budaya dan intelektual dalam proses produksi dan distribusi barang dan jasa. Berbagai produk ekonomi kreatif yang dapat dikembangkan meliputi kerajinan, fashion, karya seni/ kriya, kuliner, musik, film, fotografi. Dalam pengembangan ekonomi kreatif, pemerintah juga telah mengambil langkah konkrit dengan mengesahkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif yang kemudian menjadi landasan dan arah pengembangan dalam menciptakan ekosistem yang kondusif bagi industri kreatif. Namun demikian, implementasi kebijakan dan pemgawasan terhadap kebijakan tersebut masih membutuhkan perhatian serius. Industri kreatif terutama di sektor UMKM masih menghadapi berbagai tantangan meliputi kurangnya akses pembiayaan, keterbatasan fasilitas pelatihan, serta kuranganya perhatian dalam pengemabngan infrastruktur di daerah-daerah. “Oleh karena itu, Komite III DPD RI memandang perlu adanya evaluasi terhadap implementasi UU Nomor 24 Tahun 2019 agar sektor industri kreatif dapat tumbuh secara optimal sebagai bagian daripada peningkatan perekonomian lokal,” tegas mantan Walikota Denpasar ini. Dr. Murjana Yasa yang memandu diskusi mengatakan linkage antara Pemerintah, Swasta, dan Komunitas harus dibangun dalam rangka pengembangan pariwisata dan sektor industri kreatif. Pembangunan pariwisata juga harus diseimbangkan dengan pengembangan sektor pertanian dan UMKM. “Kita menuju keseimbangan, sementara pariwisata terlalu cepat dan pertanian tertatih tatih. Kita ingin par didukung pertanian dan sektor lainnya. Pariwisata kuat kalau pertaniannya maju,” tegasnya. Sementara perwakilan Disparda Bali mengatakan Dinas Pariwisata Bali sudah melakukan upaya-upaya kelembagaan melalui pembentukan dan penguatan regulasi dalam rangka percepatan pembangunan kepariwisataan. “Daerah Bali Utara, Bali Timur, Bali Barat, jumlah kunjungan wisatawannya masih belum optimal. Pemerintah Provinsi Bali telah menyusun pola perjalanan pariwisata (travel pattern) untuk menarik minat kunjungan ke daerah. Akademisi Unud Prof. I Nyoman Sunarta mengaku ikut terlibat dalam penyusunan UU Nomor 10 Tahun 2009. “Ada dua hal yang saya soroti, pertama apakah kiblatnya pada masyarakat atau investor. Kedua, pengembangan pariwisata bukan hanya memperhatikan budayanya saja, tetapi juga alam dan masyarakat lokal, karena ketiga hal tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain,” jelasnya. Menurutnya aturan (UU, Perda, Pergub) sudah banyak. Jadi jangan terus buat aturan sedangkan implementasinya kurang. “Yang dibutuhkan saat ini adalah komitmen bersama untuk menjaga dan mempertahankan kelestarian alam, budaya dan meningkatkan kualitas manusianya (SDM). Kalau SDM dan infrastruktur kita sudah bagus dan berkualitas, alam dan budaya terjaga, maka yang datang akan berkualitas pula,” tegasnya. Juliana Eka Putra selaku Wakil Rektor Primakara mengatakan komunitas ekraf sudah banyak yang bergerak secara mandiri dengan jumlah yang besar, ini tidak terdetect oleh pemerintah. Pihaknya sedang dalam tahap pengkajian berkaitan dengan seberapa besar dampak perekonomian yang datang dari sektor ekonomi kreatif. Ketua Asita Bali Putu Winastra mengatakan ada usulan gabungan industri pariwisata dirubah menjadi gabungan asosiasi pariwisata. Menurut hematnya lebih baik dirubah jadi Indonesia Tourism Board sehingga kebijakan yang ada/ dikeluarkan lebih kuat dan pemeirntah dapat terlibat di dalamnya. 38 provinsi memiliki branding yang berbeda-beda, termasuk di tingkatan Kab/Kota. “Kenapa kita tidak menyatukan dalam satu visi dan membawa semangat yang sama dengan mengembangkan branding “Wonderful Indonesia”,”tegasnya. Ia mengusulkan OSS untuk Travel Agent yang berbasis resiko Rendah agar dinaikan menjadi resiko menengah-tinggi sehingga diatur di Provinsi. Karena tupoksinya adalah lintas negara, tidak cocok ijin dikeluarkan di kabupaten. Dulu zaman Menpar Joop Ave perijinan justru dikeluarkan oleh Dirjen Pariwisata. Permasalahan saat ini ada pada Law Enforcement. Selama ini penyelesaian masalah seperti pemadam kebakaran (kalau ada masalah, baru bergerak). Peraturan hanya sekadar dibuat, tanpa disertai dengan pengawasan, pengendalian, dan penegakkan di lapangan. Oleh karena itu UU 10/2009 harus ada perbaikan, terutama perihal kompetensi. Ia juga minta aturan yang memasukkan UMKM asing dicabut. “Ada usaha yang punya OSS pariwisata, ternyata trading milik asing dan orangnya tak ada di sini,” ungkapnya. Hal senada disampaikan Ketua HPI Bali N. Nuarta yang melihat permasalahan saat ini ada di law enforcement. Jangan terus buat aturan tapi tak ada implementasi. Stefanus Chandra dari Biro Perjalanan Wisata menjelaskan kompetensi hal sangat penting dan perlu digalakkan utuk menaikkan kualitas. Pengurus HIPDI mengatakan Bali sebagai salah satu destinasi wedding terbaik di dunia setelah Italia. Namun saat ini menurun drastis, akibat dampak berbagai faktor seperti sampah dan kemacetan. Dan banyak lokasi wedding yang berbayar cukup mahal termasuk yang dikelola pemerintah. Ia mempertanyakan dukungan pemerintah terhadap industri kreatif. Akademisi Dr. Gde Cokorda Bayu mengusulkan unsur Kesatuan Masyarakat Adat dimasukkan dalam RUU Pariwisata. Ia melihat pendidikan pariwisata harus dilakukan sejak dini. Kadek Penggak dari Kelompok Seni Budaya melihat di tengah transformasi saat ini yang orientasinya mencari keuntungan, namun jangan sampai kehilangan jati diri/ aset yang ada. Ia berharap ada kemudahan dalam pemanfaatan ruang-ruang publik terutama yang dikelola Pemerintah dalam rangka pengembangan ekosistem industri kreatif. Agus Eka dari Kelompok Seni Rupa mengaku kekurangan spot untuk mengadakan acara di level internasional. Untuk itu ia mohon agar difasilitasi pembangunannya dalam rangka pengembangan industri kreatif di Bali. Kadis Pariwisata Denpasar Ni Luh Putu Riyastiti berharap dalam Revisi UU 10/2019 dapat dimuat perbaikan/peningkatan tata kelola pariwisata, kesehatan (wellness), penguatan peranan asosiasi, pelibatan masyarakat lokal. Di daerah saat ini bingung terkait dengan pemisahan Kementerian. Belum pernah ada Rakornas dari Kementerian Pariwisata untuk menjelaskan arah kebijakan/program kementerian dan Kemen Ekraf belum pernah memaparkan program ke daerah. IB Hari Kayana dari ISI Denpasar mengaku sebagai film maker agak kesulitan dalam hal distribusi. “Sebagai film maker kami membutuhkan ruang publik sebagai ekosistem. Juga belum ada wadah/ media untuk menampilkan hasil karya film,” ujarnya. Perwakilan IAI (Ikatan Arsitektur Indonesia) Bali mengatakan ketika orang datang ke Bali yang dilihat adalah arsitekturnya. “Kita sudah punya UU, Perda tentang arsitektur, namun implementasinya tidak maksimal. Bahkan, profesi arsitek banyak berasal dari WNA. Perlu harmonisasi antara UU Ekraf, Arsitektur serta Perda di daerah,” harapnya. Menanggapi berbagai aspirasi yang masuk, Rai Mantra mengatakan saat ini kita menghadapi perkawinan antara paham kapitalisme dengan etika budaya, ada ketidakcocokan di dalamnya sehingga salah satunya mengalami distorsi/pergeseran. Bukan hanya sumber daya berwujud saja yang ada Indonesia, tetapi juga sumber daya tak berwujud, dalam hal ini adalah Modal Budaya. Modal bukan hanya yang bersifat kapitalistik/ materi tetapi juga nilai, norma, pengetahuan. “Modal Budaya inilah yang menjadi dasar pembangunan kepariwisataan di Bali. Kami rasa aturan yang ada sudah banyak dan sudah bagus, yang diperlukan adalah optimalisasi. Penting juga dibangun kesadaran akan pentingnya Modal Budaya. Apabila sudah memahami apa itu Modal Budaya, maka kita akan mampu untuk mewujudkan pariwisata berkualitas dan berkelanjutan. Penegakan aturan dan koordinasi antarlintas sektor perlu diperkuat dalam menangani permasalahan yang terjadi,” tegasnya. (ist) Sumber: https://www.baliekbis.com/fgd-kepariwisataan-dan-ekonomi-kreatif-kompetensi-dan-law-enforcement-kunci-meningkatkan-kualitas/

Kanwil Kementerian Hukum Bali Dukung Kegiatan Serap Aspirasi Anggota DPD RI Ni Luh Djelantik

10 April 2025 oleh bali

Kantor Wilayah Kementerian Hukum Bali turut mendukung kegiatan Serap Aspirasi yang diselenggarakan oleh Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Ibu Ni Luh Putu Ary Pertami Djelantik. Kegiatan ini berlangsung di Gedung DPD RI Perwakilan Bali dan dihadiri oleh Tim Pengawas Pelaksanaan Bantuan Hukum di Daerah Tahun Anggaran 2025 Kanwil Kemenkum Bali dan perwakilan Organisasi Bantuan Hukum (OBH) se-Bali. Dalam sambutannya, Ni Luh Djelantik menyampaikan bahwa melalui kanal #LAPORNILUH, banyak masyarakat yang melaporkan permasalahan hukum dan membutuhkan bantuan. Kegiatan serap aspirasi ini bertujuan untuk menjembatani diskusi dan mencari solusi atas permasalahan-permasalahan tersebut. "Melalui kegiatan ini, kami berharap dapat mendengar langsung aspirasi dari masyarakat dan OBH terkait permasalahan hukum yang ada. Dengan demikian, kita dapat bersama-sama mencari solusi yang tepat dan efektif," ujar Ni Luh Djelantik. Mewakili Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Bali, Kepala Divisi Pelayanan Hukum sekaligus PLT. Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum, I Wayan Redana, menyampaikan apresiasi atas inisiatif Ni Luh Djelantik dalam menyelenggarakan kegiatan serap aspirasi ini. Ia juga menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, DPD RI, dan OBH dalam memberikan bantuan hukum kepada masyarakat. "Kami dari Kanwil Kementerian Hukum Bali sangat mendukung kegiatan ini. Kami siap bersinergi dengan DPD RI dan OBH dalam memberikan bantuan hukum yang berkualitas kepada masyarakat," kata Wayan Redana. Kegiatan serap aspirasi ini diharapkan dapat menjadi wadah yang efektif bagi masyarakat dan OBH untuk menyampaikan permasalahan hukum yang dihadapi, serta menghasilkan solusi yang bermanfaat bagi semua pihak. Sumber : https://bali.kemenkum.go.id/berita-utama/kanwil-kementerian-hukum-bali-dukung-kegiatan-serap-aspirasi-anggota-dpd-ri-ni-luh-djelantik

FGD Pelindungan Pekerja Migran: PMI harus Punya Standar yang Mumpuni

oleh bali

Penyiapan data base PMI (Pekerja Migran Indonesia) yang akurat, update dan terintegrasi dinilai penting agar perencanaan dan perlindungan mereka bisa disiapkan lebih matang. Demikian antara lain mengemuka pada Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Anggota Komite III DPD RI Dr. I.B. Rai Dharmawijaya Mantra,S.E.,M.Si.(B-65), Selasa (25/3/2025) di Kantor Dinas Ketenagakerjaan dan ESDM Provinsi Bali Denpasar. FGD yang dihadiri Perwakilan Asosiasi, BLK, Dinas Tenaga Kerja dan pihak terkait dilaksanakan dalam rangka Inventarisasi Materi Pengawasan atas Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran, Khususnya Peningkatan PMI Formal dan Pencegahan PMI Ilegal. Menurut Kadis Ketenagakerjaan dan ESDM Provinsi Bali I.B.Setiawan,ST,MSi. perlindungan terhadap tenaga kerja ini sangat penting. Seperti terkait pemulangan ratusan PMI dari Myanmar belum lama ini. Juga dari negara lain (Korea). “Ini karena ada warga yang terbujuk rayuan sehingga bekerja tidak sesuai prosedural. Salah satu upaya mengantisipasi hal ini PMI (Bali) harus punya standar yang mumpuni dan mengikuti prosedur ketika hendak bekerja di luar negeri,” ujarnya. Dia menyebut kendala warga yang mau bekerja ke luar negeri selain kompetensi juga biaya yang cukup tinggi sedikitnya Rp30 juta, bahkan bisa menjadi tiga kali lipat karena campur tangan pihak lain (calo). Untuk itu perlu keterlibatan lembaga keuangan untuk memfasilitasi. Anggota DPD RI Perwakilan Bali Rai Mantra mengatakan PMI menyumbang devisa Rp241 triliun dan menjadi penghasil devisa terbesar kedua setelah migas. Komite III mendukung upaya-upaya perlindungan saat PMI bekerja. Komite III bahkan sudah memanggil BPJS dan yang terkait untuk sama-sama menghadapi masalah yang dihadapi PMI. Terkait PMI ilegal dikatakan sangat penting diantisipasi, perlu dicari solusinya, kenapa ada yang berangkat secara non prosedural. “Penting memastikan agar PMI yang akan berangkat, sudah terdaftar dalam layanan jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan sebagai mitigasi terhadap berbagai permasalahan yang kemungkinan terjadi,” ujarnya. Di sisi lain, Rai Mantra menekankan pentingnya kompetensi yakni softskill selain hardskill. Soal mahalnya biaya pemberangkatan, sebenarnya bisa diatasi melalui kerjasama antara lain dengan LPD (Lembaga Perkreditan Desa). Terkait dengan Revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 yang saat ini berada di Baleg, Rai Mantra menjelaskan Komite III DPD RI mendukung dan turut mengawal proses di dalamnya sebagai bagian daripada memperkuat upaya pelindungan dan perbaikan tata kelola dalam proses penempatan PMI. Rai Mantra melihat PMI Krama Bali mayoritas adalah PMI Legal/Prosedural dan banyak berkecimpung di sektor Formal (hospitality). Tentu ini adalah hal yang baik bagi citra tenaga kerja Bali di dunia internasional. Meskipun demikian, sosialisasi, edukasi, pengawasan harus tetap dilakukan. Kompetensi yang harus dimiliki oleh CPMI bukan hanya hard skill, tetapi juga pemahaman tentang Modal Budaya Bali (Softskill). Kerjasama dan kolaborasi diantara stakeholder (Pemerintah, Asosiasi Perusahaan Penempatan, LPK/BLK) menjadi kunci dalam proses peningkatan kompetensi PMI sehingga kualitas PMI dapat terjaga. Peranan Dinas Pendidikan dalam mempersiapkan warga yang ingin bekerja ke luar negeri sangat penting terutama dari segi bahasa. “Sinergi, kerja sama dan komunikasi perlu dibangun,” tegas mantan Walikota Denpasar ini. Proses pengurusan ID agar dibuatkan suatu Standar Pelayanan Minimum (SPM) sehingga tercipta keseragaman dalam proses pelayanan. Lebih baik prosesnya menggunakan Aplikasi/dilakukan secara online. Ketua DPD HILLSI (Himpunan Lembaga Latihan Seluruh Indonesia) Bali A.A.G. Widnyana menyampaikan ada 10 ribu tamatan LPK bidang pariwisata tiap tahunnya. Menurutnya kualitas menjadi konsen utama. Untuk itu perlu ditingkatkan kualitas manajemen pengelola LPK yang saat ini kebanyakan merupakan praktisi. Jadi perlu instruktur yang berkualitas dan berpengalaman. HILLSI tambahnya memiliki cita-cita untuk menjadikan Bali sebagai Center Of Training CPMI khususnya di bidang pariwisata. Untuk itu dibutuhkan bimbingan/kerja sama dari pemerintah utamanya dalam tata kelola/manajemen LPK sehingga dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas. Pengurus AP3MI Bali IB Mahendra mengatakan aturan pusat dan daerah terkadang tidak sinkron, sehingga menimbulkan kebingungan di tataran pelaksana. Ia berharap agar proses birokrasi untuk memperoleh SIP (Surat Ijin Pengerahan) bisa disederhanakan. Kebijakan/SPM masing-masing dinas dalam proses mendapatkan ID berbeda-beda sehingga menghambat proses keberangkatan PMI. Menurutnya, bekerja di luar negeri menjadi mahal karena adanya broker-broker yang ikut serta di dalamnya. Pihak UPTD BLK mengatakan banyak tamatan SMK belum mendapatkan keterampilan tambahan sebagai pendukung memasuki dunia kerja sehingga berpotensi nganggur. BLK juga sudah mengakomodir dan jembatani anak-anak yang mau kerja ke luar negeri. Hal. Senada disampaikan Alit Saraswati dari BLKIP yang menjelaskan binaan BLK hampir seluruhnya terserap di dunia kerja dan bisa mandiri. Namun diakui masih sedikit yang bekerja di luar negeri. Sumber: https://www.baliekbis.com/fgd-pelindungan-pekerja-migran-pmi-harus-punya-standar-yang-mumpuni/

Pesan Senator Bali Komang Merta Jiwa di Lokasabha IX DPP Peradah Indonesia Bali: Kawal Pembangunan, Jaga Taksu Pulau Dewata

24 Maret 2025 oleh bali

Anggota DPD RI Perwakilan Bali (Senator Bali) I Komang Merta Jiwa, S.E., menegaskan pentingnya peran pemuda dalam menjaga taksu Pulau Dewata dan mengawal pembangunan Bali. Pesan itu ia sampaikan saat membuka Lokasabha IX DPP Peradah Indonesia Bali di Kantor DPD RI, Denpasar, Sabtu (22/3/2025). Menurutnya, organisasi kepemudaan seperti Peradah Indonesia berperan strategis dalam membentuk pemimpin masa depan. “Organisasi adalah ruang belajar yang luar biasa. Di sini, pemuda bisa mengasah kepemimpinan, memahami keberagaman, dan memperkuat kolaborasi,” ujarnya. Merta Jiwa menekankan bahwa kolaborasi bukan sekadar saling memanfaatkan, melainkan saling mengisi demi kemajuan bersama. “Sinergi antara pengurus provinsi dan kabupaten sangat penting. Dengan begitu, program yang dirancang benar-benar bisa berdampak luas,” tambahnya. Lokasabha ke-9 ini diharapkan melahirkan pemimpin baru yang mampu meneruskan semangat perjuangan organisasi. “Program organisasi tidak boleh berhenti di visi dan misi saja. Yang lebih penting adalah bagaimana mengeksekusinya dengan baik,” tegasnya. Ketua DPP Peradah Indonesia Bali, I Putu Eka Mahardhika, menegaskan bahwa lokasabha adalah forum tertinggi dalam organisasi untuk menentukan arah ke depan. “Ini bukan sekadar pergantian kepemimpinan, tapi juga ruang evaluasi dan rekonstruksi kualitas organisasi,” katanya. Lokasabha tahun ini mengusung tema “Dipa Kerthi Bhuwana: Nyala Pemuda Hindu Menuju Bali Kawista”, yang mencerminkan kegelisahan generasi muda Hindu terhadap kondisi sosial saat ini. Acara ini dihadiri oleh perwakilan DPK Peradah Indonesia se-Bali, pengurus DPP Peradah Indonesia Bali, DPN Peradah Indonesia, serta sejumlah organisasi kepemudaan lainnya. Dalam pemilihan ketua, Ida Bagus Mahendra Sada Prabhawa terpilih sebagai Ketua DPP Peradah Indonesia Bali periode 2025-2028. Dengan semangat baru, pemuda Hindu Bali siap melangkah menuju masa depan yang lebih cerah, menjaga tradisi, dan mengawal pembangunan Pulau Dewata. (kbs) Sumber: https://kabarbalisatu.com/pesan-senator-bali-komang-merta-jiwa-di-lokasabha-ix-dpp-peradah-indonesia-bali-kawal-pembangunan-jaga-taksu-pulau-dewata/

Niluh Djelantik Kecam Pembangunan Klinik Langgar Kesucian Pura Batur, Desak OSS Patuhi Aturan Daerah

25 Maret 2025 oleh bali

Pembangunan klinik di Jalan Pantai Batu Bolong, Canggu, kembali menuai sorotan tajam. Kali ini, Senator DPD Bali, Niluh Djelantik, melalui akun media sosialnya, mengecam proyek yang dinilai melanggar batas kesucian Pura Batur, Desa Canggu, Kuta Utara, Badung. Ia menegaskan bahwa sistem perizinan online single submission (OSS) tidak boleh dijalankan tanpa mengikuti aturan daerah. “OSS tidak bisa dijalankan jika tidak ikut aturan daerah! Proyek klinik ini harus direvisi sesuai aturan kawasan suci di Bali!” tulisnya dalam unggahannya belum lama ini. Niluh Djelantik juga mempertanyakan keberadaan persetujuan bangunan gedung (PBG) dan kepatuhan investor terhadap koefisien dasar bangunan (KDB). Ia mengingatkan bahwa keberadaan proyek tersebut telah lama dikeluhkan oleh Bendesa Adat Canggu dan masyarakat setempat, tetapi pemerintah daerah tampak abai. “Kadis PUPR apakah tahu ada proyek segede ini nempel sama lokasi Pura Batur Batu Bolong?” tanyanya, menyoroti minimnya pengawasan dari pemerintah daerah. Sebelumnya, pembangunan klinik ini telah memicu keresahan warga dari empat banjar di Canggu. Bandesa Adat Canggu, I Wayan Suarsana, menyatakan kekecewaannya terhadap investor yang dinilai mengabaikan kesepakatan dengan masyarakat. “Kami sudah sangat fleksibel dalam bernegosiasi. Warga sudah memberikan kelonggaran dengan mengizinkan pembangunan hingga tiga lantai, dengan syarat tidak menghadap langsung ke pura dan adanya pembatas visual. Namun, proyek tetap dilanjutkan hingga lantai empat tanpa mengindahkan kesepakatan,” ujarnya, Kamis (20/3/2024). Ia juga mengkritisi lemahnya penegakan aturan. Proyek ini sebelumnya sempat disegel, namun segel hanya bertahan dalam waktu singkat. Hasil sidak DPRD dan Pemkab Badung pun dinilai tidak memiliki kekuatan untuk menghentikan pelanggaran. Wakil Ketua Komisi I DPRD Badung sebelumnya telah meminta Satpol PP menghentikan pembangunan hingga semua izin, baik dari dinas maupun desa adat, terpenuhi. “Wilayah batas suci sudah jelas dilanggar. Ini tidak bisa dibiarkan. Jika aturan ini diabaikan, akan menjadi preseden buruk ke depannya,” tegasnya saat sidak pada Selasa (14/1/2025). Ketua Komisi II DPRD Badung, I Made Sada Dego, juga mengkritik sikap investor yang dinilainya arogan. “Investor jangan cuma bermodal uang dan izin OSS lalu membangun seenaknya. Harus ada pertimbangan sosial dan budaya. Jika tetap membangkang, proyek ini harus dihentikan,” tandasnya. Hingga berita ini diturunkan, pihak investor dan DPRD Badung belum memberikan pernyataan resmi. Sementara itu, warga Canggu terus berharap ada tindakan nyata dari pemerintah daerah untuk menjaga marwah adat dan kesucian pura. Sumber : https://pancarpos.com/25/03/2025/niluh-djelantik-kecam-pembangunan-klinik-langgar-kesucian-pura-batur-desak-oss-patuhi-aturan-daerah/

Sekaa Teruna Desa Adat Denpasar Tolak Penggunaan Sound System untuk Pengarakan Ogoh-Ogoh

21 Maret 2025 oleh bali

Sekaa Teruna Se-Desa Adat Denpasar menolak penggunaan sound system dalam pengarakan Ogoh-ogoh pada hari pengrupukan atau sehari sebelum hari suci Nyepi Saka 1947. Keputusan ini diambil dalam rapat koordinasi (raker) yang dipimpin oleh Bendesa Adat Denpasar, AA Ngurah Alit Wirakesuma, pada Sabtu (15/3/2025) di Wantilan Pura Dalem Kahyangan Badung, Desa Adat Denpasar. Hadir dalam kesempatan tersebut, DPD RI Perwakilan Bali, Dr. Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra, Wali Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara, Danramil 1611-07/Denbar, Danramil 1611-01/Dentim, dari Polresta Denpasar, Kapolsek Denpasar Utara dan Denpasar Barat. Hadir pula pimpinan OPD terkait Pemkot Denpasar, dan tokoh masyarakat setempat. DPD RI Dapil Bali, Dr. Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra mendukung pelaksanaan Perda No. 9 Tahun 2024 tentang Pelestarian Ogoh-ogoh di Kota Denpasar. Sebagai anggota Komite III DPD RI, Rai Mantra menekankan bahwa perda tersebut bertujuan untuk melestarikan dan menjaga nilai-nilai tradisi serta ritual, khususnya dalam rangkaian peringatan Hari Suci Nyepi, termasuk Pengerupukan dan tradisi ogoh-ogoh. Rai Mantra juga menyoroti pentingnya menjaga ketertiban dan keamanan dalam pelaksanaan Pengerupukan, terutama terkait penggunaan sound system yang berpotensi menggeser makna budaya dan dapat mengganggu ketertiban umum. "Kami mengajak semua pihak, termasuk desa adat, perbekel, lurah, serta yowana, untuk menjaga esensi perayaan Nyepi," ujar Rai Mantra. Wali Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara, mengapresiasi komitmen Sekaa Teruna se-Desa Adat Denpasar dalam menolak penggunaan sound system pada perayaan Pengerupukan. "Kami juga mengapresiasi sekaa teruna yang telah berpartisipasi dalam Kasanga Festival dan mendukung pelaksanaan Pengerupukan sebagai bagian dari tradisi spiritual," ujarnya. Jaya Negara menambahkan bahwa Pemkot Denpasar telah menyiapkan berbagai fasilitas untuk mendukung jalannya Pengerupukan, termasuk penyediaan gamelan bagi sekaa teruna yang tidak memiliki pengiring sendiri. "Kami telah siapkan dua set baleganjur di kawasan Patung Catur Muka untuk mengiringi ogoh-ogoh yang tidak memiliki pengiring sendiri, fasilitas kesehatan untuk situasi darurat, penyediaan toilet di fasilitas Kantor Wali Kota, hingga pembagian 2.000 nasi jinggo gratis," jelasnya. Jaya Negara menegaskan bahwa Pemkot Denpasar mendukung penuh kegiatan ini sebagai bagian dari ritual dan tradisi di desa adat. Jaya Negara juga menekankan bahwa Pengerupukan memiliki nilai spiritual yang tidak selayaknya diiringi dengan sound system. Sementara Itu, Bendesa Adat Denpasar, AA Ngurah Alit Wirakesuma, menyampaikan bahwa pihaknya telah mengambil langkah-langkah dalam mengatur pengarakan ogoh-ogoh guna menjaga ketertiban dan kelestarian budaya. Dengan adanya registrasi terhadap 87 sekaa teruna serta koordinasi dengan komunitas dan banjar setempat, diharapkan pengarakan ogoh-ogoh dapat berlangsung lebih teratur dan sesuai dengan Perwali serta Perda Kota Denpasar Nomor 9 Tahun 2024 tentang Pelestarian Ogoh-ogoh. "Kami juga melakukan upaya untuk meminimalisir keamanan dan ketertiban ogoh-ogoh ke kawasan Catur Muka, yang telah mendapatkan dukungan dari ribuan pecalang, kepolisian, TNI, hingga Satpol PP dalam pengamanan, yang tentu akan sangat membantu kelancaran acara," ujarnya. Lebih lanjut, Alit Wirakesuma menegaskan bahwa dalam waktu dekat ini pihaknya akan melakukan sidak terhadap penggunaan sound system sebagai langkah menjaga esensi budaya ogoh-ogoh agar tetap berlandaskan tradisi. Alit Wirakesuma mendorong penggunaan gamelan, kulkul, atau alat musik tradisional lainnya sebagai pengiring ogoh-ogoh. "Adanya peningkatan dana Rp 20 juta dari Pemkot Denpasar untuk penguatan kreativitas ogoh-ogoh juga menunjukkan komitmen dalam mendukung kebudayaan lokal. Dengan kolaborasi antara desa adat, pemerintah, dan aparat keamanan, diharapkan pengarakan ogoh-ogoh bisa menjadi perayaan yang aman, tertib, dan tetap mencerminkan nilai-nilai budaya Bali," ujarnya. Sumber:https://www.posbali.net/denpasar/1425769613/sekaa-teruna-desa-adat-denpasar-tolak-penggunaan-sound-system-untuk-pengarakan-ogoh-ogoh

Kontrak Diputus Kemenbud, Penggiat Budaya Bali Temui Rai Mantra

20 Maret 2025 oleh bali

Sejumlah Penggiat Budaya di Bali menemui Anggota DPD RI Perwakilan Bali I.B. Rai Dharmawijaya Mantra, Senin (17/3/2025) di Renon Denpasar. Mereka mengadukan nasibnya yang diputus sepihak oleh Kemenbud alias tidak dibayarkan lagi nafkahnya. Padahal Kementerian PAN RB tetap menganggarkan. “Saya salah satu dari 130 Penggiat Budaya yang diputus kontrak oleh Kemenbud dan bersama 5 teman dari Bali yang bertugas di Provinsi Bali pada tahun 2024 mengikuti seleksi PPPK. Namun karena tidak adanya formasi kami bersama 130 orang se Indonesia tidak memenuhi kuota, sesuai dengan edaran Kemenpan RB, bagi pegawai non ASN yang ada dalam pangkalan data base BKN yang sudah mengikuti seluruh rangkaian seleksi PPPK dan tidak memenuhi kuota formasi agar tetap dibayarkan honornya atau dianggarkan sampai proses PPPK selesai,” ujarnya kepada Rai Mantra, Senin (17/03/2025) di Denpasar. Akan tetapi ada surat dari Kemenbud bahwa Penggiat Budaya tidak lagi diperpanjang kontrak kerjanya alias di PHK. Sehingga sejak Januari 2025 mereka tidak bisa menafkahi keluarga karena tidak diberikan honor. Mereka sudah berusaha berkomunikasi dengan Kemenbud namun tidak ada yang bisa dihubungi. “Satu-satunya harapan kami agar Bapak Ida Bagus Rai Mantra sebagai Dewan Perwakilan Daerah Bali yang tyang kenal dengan semangat membangun Bali berlandaskan budaya, agar bisa membantu menyampaikan aspirasi kami ini dan mendapatkan keadilan, hanya Bapak yang menjadi tumpuan kami,” ujarnya. Menanggapi keluhan tersebut, Rai Mantra mengatakan akan meneruskannya ke pusat. Ia berharap ada solusi terbaik dari kementerian terkait. Menurut Rai Mantra peran penggiat budaya di Bali sangat signifikan dalam memajukan kebudayaan daerah. Budaya berperan dalam membentuk perilaku dan sikap seseorang dalam masyarakat. Budaya memengaruhi cara pandang, sikap, dan perilaku manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial. Sebelumnya Ketua Umum Asosiasi Profesi Penggiat Budaya Indonesia Abul Gafur mengungkapkan ratusan tenaga honorer yang dipecat itu sudah tercatat di Badan Kepegawaian Nasional (BKN). “Konsekuensi keterdataan penggiat budaya sebagai tenaga non-ASN pada Kementerian Kebudayaan tersebut mengharuskan Kementerian Kebudayaan untuk tetap mempekerjakan penggiat budaya sebagai tenaga non-ASN sesuai dengan regulasi penataan ASN di Indonesia hingga diangkatnya menjadi PPPK baik penuh waktu maupun paruh waktu,” ucapnya. Dijelaskan program ini sudah ada sejak 2012 hingga 2024 namun tidak dilanjutkan lagi di 2025. Padahal sudah dianggarkan sebelumnyatapi akhirnya dipangkas. Sebagaimana diketahui Kementerian PAN RB dalam suratnya Nomor : B/5993/M.SM.01.00/2024 12 Desember 2024 tentang Penganggaran Gaji bagi Pegawai Non ASN antara lain pada huruf b menyatakan apabila jumlah pegawai non-ASN yang telah mengikuti seluruh tahapan seleksi melebihi jumlah penetapan kebutuhan, pegawai non-ASN dapat diangkat menjadi PPPK Paruh Waktu, sehingga anggaran PPPK Paruh Waktu tersebut tetap disediakan. Pada huruf c disebutkan bagi tenaga non-ASN sebagaimana dimaksud pada angka 4 (empat) huruf b, penganggarannya disediakan di luar belanja pegawai. Sementara Kemenbud melalui surat Nomor : 1302/A/PR.05.02/2025 menyebut Perjanjian Kerja sebelumnya berlaku mulai tanggal 1 Mei 2024 sampai tanggal 31 Desember 2024, saat ini telah berakhir dan tidak diperpanjang. Penggiat Budaya adalah orang yang ditugaskan Direktorat Jenderal kebudayaan di Kabupaten/Kota dalam rangka menyampaikan akses informasi kebudayaan, mengkonsolidasikan hal-hal yang berkaitan dengan bidang Kebudayaan, dan melakukan pendataan kebudayaan. (ist) Sumber: https://www.baliekbis.com/kontrak-diputus-kemenbud-penggiat-budaya-bali-temui-rai-mantra/

Kunker Anggota DPD RI Dapil Provinsi Bali ke PN Badung, Apa Hasilnya

20 Maret 2025 oleh bali

Dalam rangka meninjau fasilitas dan kesiapan infrastruktur Pengadilan Negeri (PN) Badung, anggota Komite I Bidang Hukum dan Badan Akuntabilitas Publik Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia dari daerah pemilihan (Dapil) Provinsi Bali, Dr. Shri I G.N. Arya Wedakarna M. Wedasteraputra S, melaksanakan kunjungan kerja ke PN Badung pada Rabu, 12 Maret 2025. Ketua Pengadilan Tinggi Denpasar Dr. I Nyoman Wiguna S.H., M.H., Ketua Pengadilan Negeri Denpasar, Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Denpasar, Kepala Kejaksaan Negeri Badung, Pemerintah Kabupaten Badung dan kontraktor hadir dalam kegiatan yang bertempat di Mengwi, Badung. Berikut hasil dari kunjungan kerja tersebut sebagaimana yang dirangkum dari akun Instagram Arya Wedakarna, yaitu: 1. Mendorong Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia terkait penerbitan Keputusan Presiden (Keppres) Pemisahan PN Denpasar ke PN Badung 2. Status PN Badung prioritas Kelas 1 prototype Internasional 3. Kantor Badan Pertanahan Badung (BPN) agar segera menyelesaikan status tanah kantor PN dan Kantor Kejaksaan 4. Anggaran furniture sebesar Rp10 miliar termasuk tembok, taman dan isi basang dan lain-lain harus tuntas pada Agustus 2025 dalam anggaran perubahan sehingga PN Badung dapat beroperasi pada awal 2026 5. Dibutuhkan 70-80 SDM/staf di PN Badung sehingga Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) dapat segera menambah alokasi ASN dan memanggil putra-putra terbaik di Bali untuk bertugas di PN Badung 6. Bupati Badung agar mengalokasikan anggaran tambahan pada 2026 untuk pembangunan tahap 2 gedung baru yaitu, mess, wantilan (balai) dan lain-lain 7. Setiap koridor ruang publik kantor agar dipasang AC sebab kebanyakan perkara yang masuk ke pengadilan akan melibatkan orang asing 8. DPD RI berharap kualitas gedung PN Badung yang telah dibangun tersebut dapat lebih kuat dan kokoh. Sebelumnya, acara serah terima lahan dan gedung kantor PN Badung telah dilaksanakan pada Selasa, 4 Februari 2025 antara Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta, S.Sos. dengan Sekretaris Mahkamah Agung Sugiyanto, S.H., M.H. Sumber: https://marinews.mahkamahagung.go.id/berita/kunker-anggota-dpd-ri-dapil-provinsi-bali-ke-pn-badung-0dM

DPD RI Bali Rapat Kerja Bahas Efisiensi Anggaran Media Penyiaran Publik

19 Maret 2025 oleh bali

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia Utusan Provinsi Bali menggelar rapat kerja terkait "Dampak Efisiensi Anggaran bagi Layanan Media Penyiaran Publik pada Tahun 2025". Rapat ini bertempat di Kantor DPD RI Bali, Kota Denpasar, pada Selasa, (18/3/25). Anggota Komite I Bidang Hukum dan Badan Akuntabilitas Publik DPD RI Bali Arya Wedakarna (AWK) mengatakan, efisiensi anggaran di tingkat pusat tidak boleh menghambat peran strategis media publik seperti TVRI dan RRI dalam penyebarluasan informasi positif dari program pemerintah. “Saya bersyukur bahwa tidak ada PHK di TVRI dan RRI. Namun, saya juga berpendapat bahwa efisiensi di pusat jangan sampai berdampak pada tugas utama lembaga penyiaran publik. TVRI dan RRI ini menjadi corong utama untuk menyampaikan program-program pemerintah kepada masyarakat,” ujar AWK. Selain itu, Senator AWK mengusulkan agar RRI dan TVRI lebih aktif dalam mencari sumber pemasukan tambahan tanpa bergantung sepenuhnya pada anggaran pemerintah. Salah satu gagasan yang ia ajukan adalah pengembangan open space bagi komunitas kreatif di Bali. “Saya mengusulkan agar RRI dan TVRI di Bali menyediakan satu open space untuk podcast yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat umum dengan biaya terjangkau. Banyak anak muda dan komunitas kreatif yang ingin berkarya, tetapi mereka tidak memiliki fasilitas yang memadai. Jika studio RRI dan TVRI bisa disewakan untuk keperluan produksi konten, ini bisa menjadi sumber pemasukan negara di luar pajak,” jelasnya. Sebagai langkah konkret, AWK berkomitmen untuk memperjuangkan agar anggaran perubahan tahun 2025-2026 tidak mengalami pengurangan lebih lanjut. Dengan adanya upaya ini, diharapkan efisiensi anggaran yang dilakukan tidak akan menghambat peran RRI dan TVRI dalam menyampaikan informasi publik serta mendukung pertumbuhan industri kreatif di Bali. Sumber: https://rri.co.id/index.php/bali/daerah/1399614/dpd-ri-bali-rapat-kerja-bahas-efisiensi-anggaran-media-penyiaran-publik

Workshop “LPD sebagai Modal Budaya”, LPD Hadapi Tantangan KUR dengan Bunga Rendah

19 Maret 2025 oleh bali

Adanya kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga hingga 4% tanpa jaminan menjadi tantangan bagi pengembangan LPD. Sebab dengan bunga terbilang rendah itu menyebabkan masyarakat cenderung memilih KUR dibandingkan meminjam dana di LPD. Demikian antara lain mengemuka dalam acara Workshop “LPD sebagai Modal Budaya”, Sabtu (15/3/2025) di Sekretariat DPD RI Renon Denpasar. Workshop dihadiri Anggota DPD RI Perwakilan Bali I.B. Rai Dharmawijaya Mantra, Ketua BKS LPD Drs. Nyoman Cendikiawan,MSi. dan pengurus LPD se Bali. Anggota DPD RI Perwakilan Bali I.B.Rai Dharmawijaya Mantra mengatakan ke depan perlu ada semacam badan riset, pengembangan dan pengabdian masyarakat untuk memperkuat LPD dalam menghadapi tantangan yang ada. Sebab tantangan saat ini bukan hanya masalah teknis juga hal-hal sosial. “Jadi bisa dibuatkan semacam FGD yang melibatkan tokoh-tokoh, berbagai stakeholder dan para ahli yang paham dan berpengalaman untuk kemudian merumuskan suatu alternatif solusi atas apa yang menjadi tantangan LPD,” jelas Rai Mantra. Rai Mantra menjelaskan Indonesia menganut sistem ekonomi campuran yang berbasis Pancasila yang didasari oleh nilai-nilai Kekeluargaan, Kemandirian, dan Keadilan Sosial. Nilai-nilai ini adalah Nilai Kebudayaan yang kemudian menjiwai Lembaga Perkreditan Desa (LPD) sebagai lembaga sosio ekonomi kultural di Bali yang berfungsi membantu desa adat dalam menjalankan fungsi-fungsi kulturalnya. Ditekankan, LPD dimiliki secara kolektif oleh masyarakat adat sehingga tidak terlepas dari kebudayaan. Dari sejak awal pendiriannya, LPD telah mampu menjalankan fungsinya dan melewati berbagai tantangan yang ada. Misalnya, pada saat Covid-19, LPD memberikan bantuan sosial kepada masyarakat adat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Namun, dalam perkembangannya yang nampak hanya kekurangannya saja. Hal ini tidak terlepas dari paham Neo – Liberal/Kapitalisme yang masuk ke berbagai sektor sehingga tata kelola LPD disamakan dengan mekanisme Perbankan/Bussines Profit. Permasalahan yang timbul di LPD juga disebabkan karena aturan yang tidak tepat. “Untuk itu perlu ada manajemen/tata kelola LPD yang baik untuk meminimalisir terjadinya distorsi kebudayaan. Serta perlu ada pemahaman dari Pengurus LPD tentang hakikat LPD sebagai sebuah Modal Budaya yang terlembagakan,” ujar mantan Walikota Denpasar ini. Dalam workshop berbagai masukan disampaikan peserta baik peluang maupun tantangan yang dihadapi LPD. Adanya kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga hingga 4% tanpa jaminan menjadi tantangan bagi LPD. “Masyarakat cenderung memilih KUR dibandingkan meminjam dana di LPD. Bagaimana kemudian LPD bisa kuat dengan kondisi seperti ini,” ujar peserta. Menurut Pengurus LPD Bualu, dalam mengelola LPD, lembaga ini memegang teguh filosofi “Sekaa Tuak” dimana untuk dapat mengelola orang-orang mabuk, maka satu orang/ketuanya harus sadar/tidak mabuk sehingga manajemen organisasinya/keuangannya tetap sehat. Melihat apa yang terjadi saat ini dimana yang nampak hanya kekurangannya saja serta menimbang sistem ekonomi campuran yang dianut Indonesia, bagaimana kemudian upaya yang dapat dilakukan untuk mengharmoniskan nilai kapitalisme dan kebudayaan di dalam tata kelola LPD tanpa menghilangkan identitas yang ada di dalamnya. Sementara pengurus LPD Cau Tabanan mengatakan belum terciptanya pemahaman yang sama antara Bendesa Adat dan Ketua LPD berkaitan dengan konsep dan tujuan LPD. Ini kemudian menjadi tantangan LPD menuju perkembangan yang lebih baik sesuai dengan identitas/soulnya. Pengurus LPD kebingungan berkaitan dengan landasan hukum/ regulasi berkaitan dengan LPD yakni antara Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2017 dan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019. Mohon agar nomenklatur LPD dipertahankan seperti adanya dan ada kejelasan berkaitan dengan regulasi yang digunakan sehingga terjadi kesamaan persepsi dalam menjalankan LPD. Dikemukakan, kelemahan LPD yakni pada tata kelola/ manajemen kelembagaannya. Fokus LPD seyogyanya tidak diarahkan pada pengembangan unit-unit usaha, melainkan bagaimana bersama-sama mengembangkan dan menguatkan LPD itu sendiri. Prioritas utamanya adalah pemerataan kualitas sumber daya manusia dan tata kelolanya sehingga keberadaan LPD relevan dengan perkembangan zaman. “Bagaimana membuat LPD ini sehat dan bisa tumbuh merata. Sekarang masih ada LPD yang tak mampu “membeli” teknologi karena mahal. Banyak yang membuat pelaporan manual, mereka masih tulis tangan,” ungkap peserta. “LPD membutuhkan suatu standar khusus dalam bentuk sistem akuntansi yang sesuai dengan karakteristik dan core bussines LPD sebagai lembaga HYBRID dalam usaha mempertahankan eksistensi serta keunggulan komperatif dan kompetitifnya sebagai lembaga keuangan adat,” tegas Bu Novi. (ist) Sumber: https://dutabalinews.com/2025/03/15/workshop-lpd-sebagai-modal-budaya-lpd-hadapi-tantangan-kur-dengan-bunga-rendah/